Kamis, 13 November 2025

Sudan Dilanda Aksi Kekejaman RSF, Kenapa Dunia Internasional Diam?

Kabarindo24jam.com | Sudan – Kekejaman dan pembantaian warga sipil yang terus dilakukan oleh Pasukan Paramiliter Dukungan Cepat (RSF) di El-Fasher, Darfur Utara, dan Bara di Kordofan Utara, terus terjadi. Namun entah kenapa, komunitas internasional terkesan diam alias tak bergemuruh atas tragedy kemanusiaan di Sudan itu.

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Sudan Mohieldin Salem seperti dilaporkan kantor berita SUNA, Selasa (11/11/2025). Ia mengecam sikap diam komunitas internasional itu saat pertemuan Salem di Port Sudan dengan Direktur Jenderal Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Amy Pope, yang tiba di Sudan untuk kunjungan kerja selama lima hari.

Salem pun menegaskan perlunya upaya internasional bersama untuk menetapkan RSF sebagai organisasi teroris. Media internasional melaporkan Kebengisan RSF Selama Pembantaian Al-Fasheer Sudan. Kondisi terkini semakin memprihatinkan, terlebih banyak warga Sudan masih terjebak di Al-Fasher.

Menlu Sudan juga menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk memfasilitasi kerja kemanusiaan dan menjamin keselamatan para pekerja kemanusiaan. Ia menyoroti kemitraan yang berkelanjutan antara pemerintah Sudan dan IOM, terutama dalam proyek dukungan bagi kembalinya para migran Sudan secara sukarela.

Diketahui, negara Sudan sedang menghadapi krisis kemanusiaan yang kian memburuk akibat konflik bersenjata antara militer dan RSF sejak April 2023. Konflik tersebut telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan lainnya mengungsi. Dalam pertemuan itu, Pope menyampaikan solidaritas kepada Sudan atas pengambilalihan El-Fasher oleh RSF baru-baru ini serta pelanggaran berat dan meluas terhadap penduduk sipil.

RSF memaksa ribuan orang melarikan diri ke daerah Al-Dabba di Negara Bagian Utara dan Tawila di Darfur Utara. Pope menegaskan kembali komitmen IOM untuk bermitra dengan Sudan dalam menangani kebutuhan kemanusiaan bagi para pengungsi baru di Al-Dabba dan Tawila.

Selama kunjungan tersebut, Pope dijadwalkan bertemu sejumlah pejabat Sudan dan melakukan kunjungan lapangan ke Al-Dabba serta Khartoum untuk meninjau kondisi para pengungsi dari El-Fasher, sekaligus memantau upaya pemerintah dalam rekonstruksi, pembangunan, dan program pemulangan sukarela, menurut laporan SUNA.

Kota Bara di Kordofan Utara juga mengalami gelombang pengungsian besar-besaran setelah RSF merebut kendali wilayah itu pada 25 Oktober sebagai bagian dari perang melawan militer Sudan. Pihak berwenang dan organisasi kemanusiaan menuduh RSF melakukan pembunuhan dan penyiksaan, tuduhan yang dibantah RSF dengan klaim bahwa mereka tidak menargetkan warga sipil.

Menurut data IOM, hampir 89.000 orang mengungsi dari El-Fasher dan sekitarnya di Darfur Utara pada bulan lalu. Pada 26 Oktober, RSF mengambil alih El-Fasher dan melakukan pembantaian, menurut laporan organisasi lokal dan internasional. Serangan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan memperdalam pembagian geografis di Sudan.

Namun, pemimpin utama RSF Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal dengan nama Hemedti, mengakui adanya “pelanggaran” oleh pasukannya di El-Fasher dan mengeklaim telah membentuk komite penyelidikan.

Dari total 18 negara bagian di Sudan, RSF kini menguasai seluruh lima negara bagian di wilayah Darfur bagian barat, kecuali sebagian kecil di utara Darfur Utara yang masih dikuasai militer Sudan. Sementara itu, tentara Sudan masih memegang kendali atas sebagian besar wilayah di 13 negara bagian lainnya di selatan, utara, timur, dan tengah negara tersebut. (Dul/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini