Kabarindo24jam.com | Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah memulai penyelidikan dugaan korupsi perpanjangan konsesi proyek jalan Tol Cawang-Pluit oleh PT Citra Marga Nushapala Persada (PT CMNP). Terkait kasus ini, penyidik Kejagung telah memanggil Fitria Yusuf, anak dari konglomerat sekaligus pemilik CMNP Jusuf Hamka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna mengatakan adapun pemanggilan terhadap Fitria dalam rangka permintaan klarifikasi atas perkara tersebut. Fitria, kata Anang telah menjalani proses klarifikasi pada Jumat (12/9/2025) lalu.
“Benar yang bersangkutan (Fitria) dimintai keterangan, sifatnya klarifikasi,” kata Anang saat dihubungi wartawan, Minggu (14/9/2025). Meski begitu Anang mengaku belum mengetahui lebih jauh mengenai proses penyelidikan kasus tersebut termasuk siapa saja yang telah dimintai keterangan oleh penyidik selain Fitria Yusuf.
Ia beralasan pengusutan kasus itu saat ini masih tertutup lantaran masih bersifat penyelidikan. “Belum tahu, ini kan masih tertutup sifatnya masih klarifikasi dan meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dengan dugaan kasus tersebut,” katanya.
Terkait hal ini Anang juga menuturkan pihaknya juga telah meminta klarifikasi kepada sejumlah pihak dalam pengusutan kasus tersebut. Hanya saja Anang tidak menjelaskan secara gamblang siapa pihak yang diminta klarifikasi oleh penyidik.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam perpanjangan konsesi Jalan Tol Cawang–Pluit oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP).
Ia menilai proses perpanjangan konsesi tersebut dilakukan tanpa mekanisme lelang terbuka dan audit menyeluruh, sehingga berpotensi melanggar prinsip transparansi dan good governance. “Ya (Kejagung harus usut tuntas),” kata Uchok dalam keterangan persnya pada Rabu (10/9/2025).
Menurut Uchok, proyek strategis nasional itu diduga diberikan secara penunjukan langsung kepada CMNP, tanpa melalui proses pelelangan sebagaimana diatur dalam PP No.27 Tahun 2014 dan UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.
“Pemberian proyek jalan tol Ancol Timur–Pluit kepada PT CMNP dilakukan tanpa lelang. Ini jelas-jelas melanggar prinsip good governance dan mengandung dugaan kuat unsur pidana korupsi,” tegasnya seraya menyebut penunjukan langsung tersebut membuat pemerintah kehilangan peluang untuk mendapatkan skema investasi terbaik dari pelaku usaha lain.
“Penunjukan langsung berpotensi menyebabkan kenaikan biaya investasi yang seharusnya bisa ditekan jika melalui kompetisi sehat. Ujungnya, masyarakat bisa terbebani tarif tol yang lebih mahal dan masa konsesi yang lebih panjang,” ujar Uchok.
CBA juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan proyek. Uchok menyebut pembangunan fisik tol oleh CMNP tidak disiplin dan gagal memenuhi target penyelesaian triwulan II 2023. “Ini bukti bahwa tanpa lelang, kontrol terhadap pelaksana proyek juga longgar,” tambahnya.
Kejaksaan Agung diketahui telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan pada 11 Juli 2025 terkait dugaan korupsi dalam perpanjangan konsesi Jalan Tol Cawang–Tanjung Priok–Ancol Timur–Jembatan Tiga/Pluit oleh PT CMNP. Selain itu, surat panggilan terhadap sejumlah direksi CMNP telah dikirim untuk dimintai keterangan dan menyerahkan dokumen terkait proses perpanjangan konsesi.
Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Kementerian PUPR sebelumnya telah mengambil alih proyek karena CMNP dianggap gagal menyelesaikan pembangunan sesuai perjanjian. Audit pun dilakukan untuk memastikan penggunaan dana selama masa konsesi, termasuk dugaan penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan potensi pelanggaran aturan pasar modal.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor 17/LHP/XVII/05/2024 merekomendasikan agar perpanjangan konsesi CMNP dibatalkan karena tidak melalui audit. Pemerintah diminta segera mengambil alih operasional tol untuk mencegah kerugian negara lebih lanjut.
Sejak masa konsesi berakhir, pendapatan operasional ruas tol seharusnya masuk ke kas negara. Nilainya diperkirakan mencapai Rp500 miliar. Publik menilai dana tersebut krusial untuk menutup potensi kerugian negara akibat pengelolaan yang tidak transparan. (Cky/*)