JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengurai kasus dugaan korupsi terkait Pengaturan Barang Kena Cukai dalam Pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018. Untuk itu, KPK menetapkan Bupati Bintan periode 2016-2021 Apri Sujadi (AS) sebagai tersangka utama.
Selain Bupati Apri, KPK juga menersangkakan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Saleh H Umar (MSU). Keduanya, dianggap penyidik merupakan individu yang paling dominan dalam kasus itu.
Dalam keterangan persnya, Kamis petang (12/8/2021/), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Apri dan Saleh. Mulanya, 4 Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat No. S-710/BC/2015 tentang Evaluasi Penetapan Barang Kena Cukai (BKC) ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Isi surat tersebut memberikan teguran kepada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan BP Bintan pada 2015 adalah lebih besar dari yang seharusnya. 17 Februari 2016, Apri dilantik menjadi Bupati Bintan, yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan.
Selanjutnya, di awal Juni 2016 bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan. Dalam pertemuan itu, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.
“Menindaklanjuti pertemuan itu, AS dengan inisiatif pribadi melakukan penggantian personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (Ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan MSU sebagai Wakil Kepala BP Bintan,” beber Alexander.
Pada Agustus 2016, Azirwan mengajukan pengunduran diri, sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Saleh yang kemudian dalam kepemimpinannya menjadi dominan menetapkan kebijakan yang kini menjadi garapan KPK.
Selanjutnya, atas persetujuan Apri dilakukan penetapan kuota rokok dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian: Gol. A sebanyak 228.107,40 liter, Gol. B sebanyak 35.152,10 liter, dan Gol. C sebanyak 17.861.20 liter.
Pada Mei 2017 bertempat di satu hotel di Batam, Apri kembali memerintahkan untuk mengumpulkan serta memberikan pengarahan kepada para distributor rokok sebelum penerbitan Surat Keputusan (SK) Kuota Rokok tahun 2017.
Di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA. Diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton.
Pada Februari 2018, tambah Alexander, Apri memerintahkan Alfeni Harmi (Kepala Bidang Perizinan BP Bintan) dan diketahui juga oleh MSU untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton.
“Sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton),” urainya seraya menambahkan selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Saleh 2000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.
Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016-2018, diduga dilakukan oleh Saleh dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016-2018 diduga ditentukan sendiri oleh Saleh tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar.
“Dari tahun 2016 sampai 2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT TAS (Tirta Anugrah Sukses) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark-up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud,” katanya.
KPK pun menetapkan perbuatan para tersangka, diduga antara lain bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012, yang diperbaharui denganPeraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012.
Atas perbuatannya, lanjut Alexander, Apri dari tahun 2017-2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 6,3 miliar dan Saleh dari tahun 2017-2018 juga diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 800 juta. “Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 250 miliar,” pungkasnya. (***/Cok)