Sabtu, 10 Mei 2025

Hakim Harus Bisa Menegakkan Rasa Keadilan Masyarakat

JAKARTA — Setiap hakim pada dasarnya harus dapat menegakkan keadilan, bukan cuma untuk menegakkan peraturan atau ketentuan hukum belaka. Terlebih sesuai Pasal 1 ayat 3 hasil amandemen UUD 1945 ,memberikan hakim kreativitas membuat putusan berdasarkan rasa keadilan di masyarakat. 

“Hakim disamping menegakkan hukum, juga menegakkan keadilan. Hal itulah yang dicontohkan oleh Pak Bagir Manan sebagai hakim, banyak yang mempengaruhi pembentukan hukum kita,” kata Menko Polhukam Prof Mahfud MD, dalam diskusi akademik 80 Tahun Prof. Bagir Manan di Jakarta, Kamis (26/8/2021).

Mahfud yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi ini berbicara sebagai narasumber dalam diskusi bertema “Peran Putusan Hakim Dalam Pembentukan Hukum Nasional” yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia secara daring.

Dia memberikan contoh dalam sengketa Pilkada, ketika ia menjadi hakim MK. Dikatakan, kecurangan dalam Pilkada harus terstruktur, sistematis, masif, dan menjadi bagian dari tata hukum setelah putusan MK.

“Sebelumnya tidak ada dalam tata hukum kita, namun setelah itu digunakan terus. Bahkan di UU disebutkan, di peraturan KPU dan Bawaslu disebut, hal itu yang membuat pertama kali adalah MK,” ujar mantan Menteri Pertahanan di era Presiden KH.Abdurrahman Wahid tersebut.

Contoh lain, menurutnya lagi, saat pembuktian, mendengarkan rekaman di pengadilan MK, pada kasus Bibit-Chandra. Atas dasar bukti pemutaran rekaman itu, menurutnya, lantas dijadikan dasar memutuskan membatalkan pasal yang berpotensi mengkriminalisasi pimpinan KPK.

Baca Juga :  Tudingan Keji dari Eks Panglima TNI Bikin Gusar Letjen Dudung

“Oleh sebab itu hakim harus kreatif untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan, tidak boleh hanya dibelenggu UU, karena jual beli rentan bisa terjadi pada penggunaan pasal UU yang mana pada memutuskan suatu perkara,” kata Mahfud.

Sementara itu, Bagir Manan mengatakan bahwa saat ini peran hakim tidak begitu mengedepan, itu tidak lepas dari tanggung jawab Fakultas Hukum. Menurutnya, sistem pendidikan hukum di Indonesia kurang membawa mahasiswa ke hal-hal nyata tentang hukum, termasuk pembahasan kasus-kasus, sehingga lulusan hukum tidak familiar dengan seluk beluk putusan hakim.

“Contoh kalau ilustrasi kasus hukum dalam pengajaran, memakai putusan di Belanda di Hoge Raad tahun 1900-an. Seolah-olah tidak ada kasus di negeri kita. Seharusnya kita gunakan putusan-putusan terkini untuk mendekatkan kenyataan hukum dengan mahasiswa,” urainya.

Bagir pun menyoroti, bahwa banyak hakim masih dilekati tradisi hanya menerapkan hukum, belum tradisi menjadi lawmaker. Ia berharap acara diskusi ini bisa mendorong metode pendidikan hukum yang lebih mendorong hakim sadar, bahwa mereka adalah sumber hukum. (***/Cok)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini