SERANG – Kasus Pemotongan dana hibah pondok pesantren (Ponpes) dari APBD Provinsi Banten terus bergulir memakan korban dua pejabat utama di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten. Jumat (21/5/2021), penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten kembali menahan dua tersangka baru yang berperan dalam pencairan dana hibah Ponpes.
Kedua tersangka itu ialah mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Pemprov Banten Irfan Santoso dan mantan Ketua Tim Verifikasi Dana Hibah Ponpes Toton Suriawinata. Keduanya ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Banten di Rumah Tahanan (Rutan) Pandeglang hingga 20 hari kedepan.
Sebelum dijebloskan ke sel, kedua tersangka diperiksa sejak pukul 09.00 WIB hingga 11.30 WIB, Pemeriksaan dilanjutkan oleh penyidik dari pukul 13.00 hingga 16.15 WIB. Keluar dari ruang pemeriksaan, Keduanya sudah mengenakan rompi tahanan merah Kejati dan langsung dimasukkan ke dalam kendaraan tahanan.
Kepada wartawan, Kuasa Hukum Irfan Santoso, Alloy Ferdinan menyatakan bahwa kliennya sebenarnya adalah korban. Sebab dalam BAP (Berita Acara Perkara) bahwa memang rekomendasi (pemberian hibah) itu tidak keluar karena melampaui waktu berdasarkan Pergub.
“Namun ini karena perintah atasannya (Gubernur Banten Wahidin Halim, Red) dana hibah itu tetap dianggarkan,” kata Alloy seraya menambahkan bahwa untuk 2018 dan tahun 2020 alokasi dana hibah untuk pondok pesantren tersebut melampaui waktu.
Hanya saja karena sebagai bawahan dari Gubernur Banten, Irfan mengaku tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah Gubernur Banten. “Bahkan dia dianggap mempersulit penyaluran dana ponpes, hingga dia memilih meminimalisir, namun akhirnya dana itu tetap keluar,” jelas Alloy..
Dalam pertemuan dan rapat di rumah dinas Gubernur Banten saat itu, kata Alloy, memposisikan Irfan Santoso terpaksa tetap mengalokasikan dana hibah untuk pondok pesantren. Ia menegaskan bahwa kliennya tidak ada kepentingan untuk meloloskan ponpes tertentu sebagai penerima melainkan seluruhnya dari masukan dan usulan.
Di lain pihak, Asisten Intelejen (Asintel) Kejati Banten Adhyaksa Darma Yuliano mengatakan, peningkatan status yang sebelumnya menjadi saksi ditingkatkan menjadi tersangka berdasarkan laporan perkembangan dan hasil gelar perkara penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pemberian bantuan dana hibah Ponpes.
“Bahwa peranan TS adalah sebagai Ketua Tim Evaluasi dalam penganggaran Hibah Ponpes Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2020 dan peranan IS adalah sebagai Kepala Biro Kesra Setda Provinsi Banten,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, kedua tersangka akan dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari, terhitung sejak hari Jumat (21/5/2021) sebagaimana syarat subjektif dan syarat objektif dalam KUHAP.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu AS pengurus salah satu Ponpes penerima bantuan hibah, AG honorer di Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Banten dan ES dari pihak swasta.
Untuk diketahui, dari pemeriksaan terhadap beberapa Ponpes penerima bantuan. Ada dua modus yang dilakukan dalam tindak pidana korupsi ini. Pertama yaitu pesantren fiktif seolah penerima bantuan padahal penadah.
Kedua penyaluran (bantuan) lewat rekening tapi begitu sudah sampai cair masuk ke rekening pondok tapi diminta kembali untuk dipotong. Dan pemotongan bantuan setiap Ponpes berbeda-beda, yaitu dari Rp 15 juta hingga Rp 20 juta.
Karenanya, penerima bantuan tidak secara utuh menerima bantuan Rp 40 juta untuk setiap pesantren. Bahkan yang awal mencanangkan pembangunan pesantren akhirnya dibatalkan karena bantuannya disunat. (***/Theo)