Rabu, 5 Maret 2025

Konsisten Perangi Korupsi, Tokoh Garis Keras Terpilih Jadi Presiden Iran

TEHERAN — Ketua Mahkamah Agung yang dikenal sebagai tokoh garis keras di Iran, Ebrahim Raisi terpilih menjadi presiden Iran yang baru. Ebrahim Raisi menang telak dalam pemilihan presiden Iran yang digelar pada Sabtu (19/06/2021).

Anak didik pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei itu pun naik ke posisi sipil tertinggi Teheran. Namun begitu, pemilihan kali ini mengalami jumlah pemilih terendah dalam sejarah Republik Islam itu.

Seperti dilansir Associated Press, Minggu (20/6/2021), hasil awal menunjukkan Ebrahim Raisi meraih 17,8 juta suara, melesat jauh meninggalkan pesaingnya yang merupakan satu-satunya kandidat moderat dalam pemilu tersebut.

Namun, Raisi bisa mendominasi pemilihan setelah panel di bawah pengawasan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei mendiskualifikasi pesaing terkuatnya, Hasan Rouhani, Presiden terdahulu yang sudah menjabat dua periode.

Pencalonan Raisi dan perasaan yang meluas bahwa pemilihan itu lebih berfungsi sebagai penobatan bagi Raisi, memicu sikap apatis di antara para pemilih. Beberapa tokoh, termasuk mantan Presiden garis keras Mahmoud Ahmadinejad, menyerukan boikot pemilihan.

Jamal Orf, kepala kantor pemilihan Kementerian Dalam Negeri Iran, mengatakan, penghitungan suara sementara menunjukkan, mantan komandan Garda Revolusi Mohsen Rezaei meraih 3,3 juta suara dan utusan kubu moderat Abdolnasser Hemmati meraih 2,4 juta suara.

Kandidat keempat, Amirhossein Ghazizadeh Hashemi, meraih sekitar 1 juta suara, kata Orf. Hemmati memberikan ucapan selamatnya di Instagram kepada Raisi Sabtu dini hari.

“Saya berharap pemerintahan Anda memberikan kebanggaan bagi Republik Islam Iran, meningkatkan ekonomi dan kehidupan dengan kenyamanan dan kesejahteraan bagi bangsa besar Iran,” ucap Hemmati.

Di Twitter, Rezaei memuji Khamenei dan rakyat Iran karena mengambil bagian dalam pemungutan suara. “Insya Allah, saudara saya yang terhormat, Ayatollah Dr. Seyyed Ebrahim Raisi, menjanjikan pembentukan pemerintahan yang kuat untuk menyelesaikan masalah negara,” tulis Rezaei.

Pengakuan yang cenderung cepat, meski tidak biasa dalam pemilihan Iran sebelumnya, mengisyaratkan apa yang telah ditengarai kantor berita semi-resmi di Iran selama berjam-jam. Pemungutan suara yang dikendalikan dengan hati-hati ini menjadi kemenangan besar bagi Raisi di tengah seruan boikot.

Pemungutan suara berakhir pada pukul 02.00 dini hari pada Sabtu, setelah pemerintah memperpanjang pemungutan suara untuk mengakomodasi apa yang disebut “keramaian” di beberapa tempat pemungutan suara di seluruh negeri.

Baca Juga :  Mahathir Mohamad pun memuji Kepemimpinan Presiden Jokowi

Televisi pemerintah Iran tidak mempersoalkan jumlah pemilih, sambil menyinggung kerajaan-kerajaan Arab Teluk yang diperintah turun-temurun dan partisipasi yang lebih rendah dalam demokrasi Barat.

Sejak revolusi 1979 yang menjungkalkan Shah Iran, sistem teokrasi selalu mengklaim jumlah pemilih sebagai tanda legitimasi, dimulai dengan referendum pertama yang meraih 98,2 persen dukungan. Referendum saat itu hanya menanyakan apakah rakyat menginginkan Republik Islam atau tidak.

Ebrahim Raisi dikenal sebagai hakim agung Iran saat ini. Dia mendapatkan dukungan luas dari politisi dan faksi konservatif dan garis keras dan telah menduduki puncak jajak pendapat dengan selisih yang besar.

Seperti Pemimpin Tertinggi , Raisi mengenakan sorban hitam, menunjukkan bahwa dia adalah seorang sayyid – keturunan Nabi Muhammad. Raisi dibesarkan di timur laut kota Mashhad, sebuah pusat keagamaan penting bagi Muslim Syiah di mana Imam Reza, imam Syiah kedelapan, dimakamkan.

Dia mengikuti seminari di Qom dan belajar di bawah bimbingan beberapa ulama terkemuka Iran. Pendidikannya menjadi bahan perdebatan, di mana dia mengatakan memegang gelar doktor di bidang hukum dan menyangkal hanya memiliki enam kelas pendidikan formal.

Setelah revolusi Islam 1979, Raisi bergabung dengan kantor kejaksaan di Masjed Soleyman di barat daya Iran, dan kemudian menjadi jaksa untuk beberapa yurisdiksi. Dia pindah ke ibukota, Teheran, pada tahun 1985 setelah ditunjuk sebagai wakil jaksa.

Tiga dekade berikutnya, Pemimpin tertinggi menunjuk Raisi sebagai kepala Astan-e Quds Razavi, tempat suci Imam Reza yang berpengaruh, pada Maret 2016. Memimpin salah satu bonyad terbesar Iran, atau perwalian amal, memberi Raisi kendali atas aset bernilai miliaran dolar.

Dan dia mengukuhkan posisinya di antara ulama dan elit bisnis di Masyhad. Namun Raisi gagal melawan Presiden Hassan Rouhani dalam pemilihan presiden 2017, mengumpulkan hanya 38 persen suara, atau di bawah 16 juta suara.

Khamenei menunjuk Raisi untuk memimpin peradilan pada 2019, dan dia telah mencoba memperkuat posisinya sebagai juara memerangi korupsi dan kemudian melakukan perjalanan ke hampir semua dari 32 provinsi Iran. (***/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini