JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim surat khusus berisi rekomendasi ke Kementerian Sosial (Kemensos). Bunyinya, kedepan agar tidak lagi memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat selama pandemi covid-19 dalam bentuk barang.
“KPK sudah bersurat ke kemensos terkait dua hal. Pertama, bansos model barang jangan diteruskan lagi .Dan kedua, kita sarankan data penerima bansos di kemensos diintegrasikan,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Pahala menjelaskan bahwa integrasi data penerima bansos penting dilakukan karena pada Kemensos sendiri ada tiga pemegang data. Bila tidak dilakukan integrasi, maka akan terjadi lagi permasalahan serius yang dapat berimplikasi hukum.
“Pertama Ditjen PFM kemensos itu pegang data PKH, kedua Ditjen Linmas pegang data yang namanya bantuan pangan nontunai. Dan ketiga Sekjen megang data DTMS, ini yang bantuan langsung tunai dan bantuan barang,” ujar Pahala.
Integrasi ini, kata Pahala, perlu dilakukan karena pemegang data dari ketiga pihak tersebut sudah dilakukan dari tahun ke tahun dan perlu adanya perubahan. Jadi waktu itu, tambah dia, ada tiga data di situ. Dari zaman menteri yang lama ini digabung.
“Karena itu, kita yakin dalam datanya ini sendiri dalam PKH, itu ada ganda. untuk PKH dengan BPNT ganda lagi, PKH, BPNT dan DTKS ada ganda lagi dan itu kita buktikan pada 2020 kita ke papua dan kita temukan ganda perjenis sama ganda antar jenis,” urainya.
Pahala menyebut bahwa Mensos Tri Rismaharini telah memaparkan ke KPK mengenai kemajuan integrasi data atas rekomendasi KPK. Risma, kata Pahala, menyebut DTKS, BPNT, dan PKH aslinya 193 juta penerima orang kemudian setelah digabung hilang sekitar 47 juta jadi sisa 155 juta.
“Ini yang kita bilang ganda, kemudian dia cek lagi NIKnya karena kita minta dipadankan ke Kementerian dalam negeri, kalau engga ada NIKnya kita engga tau ini orangnya ada atau tidak. Dipadankan ke Kemendagri ada yang nama sama dan segala macem di kasih ke Pemda totalnya sekarang dari 193 juta penerima sekarang tinggal 139 juta. Ini sudah masukan dari daerah penambahan data,” kata Pahala.
“Kita yakin ini jauh lebih baik dibanding 193 juta. nah ini kita hitung sekitar 52 juta dengan kebijakan ibu menteri tidak diberikan. Kalau satu data biasa diberikan 200 ribu kita estimasi Rp10,5 triliun itu selamat uang negara karena datanya ada tapi kata bu menteri tidak saya berikan karena itu ganda, engga ada NIK,” pungkasnya. (***/Tian)