JAKARTA — Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto buka suara soal pertemuan antara Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, di kediaman Megawati pada Rabu (6/4/2022).
“Tidak ada hal lain, pertemuan ibu Megawati dengan Ketua Umum PBNU dan Menteri Agama RI kemarin tentunya membahas hal-hal yang strategis bagi masa depan bangsa dan negara,” kata Hasto Kristiyanto kepada wartawan, Kamis (7/4/2022).
Ia menerangkan, pertemuan itu dilangsungkan selama lebih dari 2,5 jam dan juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf, dan Bendahara Umum PBNU Mardani Maming. Pertemuan berlangsung dalam suasana akrab dan penuh semangat persaudaraan.
“Ibu Megawati banyak menceritakan pengalaman beliau bersama dengan Gus Dur, berziarah ke makam para Wali Songo, dan bagaimana situasi yang sulit ketika menghadapi pemerintahan yang otoriter, Orde Baru,” tutur Hasto.
Ia menambahkan, Gus Yahya menyampaikan bagaimana skala prioritas kepemimpinannya untuk membangun NU. Hasto mengatakan, Yahya ingin membangun NU dengan lebih melibatkan secara aktif merangkul berbagai komponen bangsa sesuai karakter dan kultur NU.
“Kultur NU yang memang terlahir sebagai solusi atas berbagai persoalan bangsa, namun sekaligus memberikan arah bangsa ke depan,” ungkap Hasto yang merupakan tangan kanan Megawati dalam urusan politik dan pemerintahan.
Lalu, Gus Yaqut disebut menyampaikan berbagai tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara di dalam mewujudkan kohesivitas berbangsa yang satu. Dalam hal ini, Menag Yaqut meminta Pancasila betul-betul dipahami semangatnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang rukun, aman dan bergotong royong.
“Semua menyepakati pentingnya menggandeng seluruh komponen bangsa agar membangun kesadaran terhadap berbagai ancaman yang bersifat ideologis yang bertujuan memecah belah bangsa,” ujarnya.
Dari situ, tanbah Hasto, Megawati berulang kali mengucap syukur menjadi warga negara Indonesia yang memiliki dasar Pancasila. Sebab, tanpa Pancasila tidak akan ada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hasto mengatakan, PDI-P pun memandang NU memiliki peran yang begitu besar dalam sejarah perjuangan bangsa. PDI-P mencatat bahwa sejarah kepeloporan NU sejak berdiri pada 1926 memiliki visi dalam membangun semangat kebangsaan.
Selain itu juga, menggelorakan tekad perjuangan kemerdekaan Indonesia saat melawan penjajah. “Serta berperan sangat penting dalam konsolidasi negara guna membangun kepemimpinan Indonesia bagi dunia,” kata Hasto.
Tak cuma itu, NU juga dinilai memiliki peran sentral sebagai perekat bangsa dan sangat kokoh membumikan Pancasila serta konstitusi dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. (CP/**)