Home / Headline / Hukum

Selasa, 7 Desember 2021 - 07:19 WIB

PPATK Temukan Banyak Pejabat Gunakan ATM Orang Lain untuk Pencucian Uang

JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa ada tiga modus yang digunakan para pejabat untuk melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsi. Bahkan, salah satunya adalah cara lama yang masih sering digunakan walau acapkali terdeteksi aparat penegak hukum.

“Salah satu yang masih banyak digunakan adalah memegang kartu ATM maupun kartu kredit atas nama pihak lain,” papar Direktur Analisis dan Pemeriksaan I Muhammad Novian saat berbicara di kegiatan Diskusi Panel bertajuk Mewujudkan Sinergi Antar Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait di Jakarta, Senin (6/12/2021).

“Ini memang agak kuno tapi marak dilakukan di mana pejabat publik atau penyelenggara negara, baik di daerah ataupun di pusat memegang atm atau kartu kredit milik pihak lain,” jelas Novian.

Kartu ATM maupun kartu kredit ini, sambung dia, bahkan bisa dibuat dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu. Sehingga, Novian bilang, pejabat korup itu bisa memiliki banyak rekening untuk menampung uang hasil praktik lancung.

Baca Juga :  Dalami Kasus Dugaan Korupsi DPKP Kota Depok, Kejaksaan Minta Keterangan 16 Saksi

“Nah, modus ini menjadi tantangan karena transaksi tidak terlihat ada underline yang berasal dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pelaku,” ungkapnya.

Selanjutnya, motif lain yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan perusahaan valuta asing atau money changer. Cara ini, kata Novian, kerap digunakan saat pejabat mendapat suap dari pihak asing.

Dia mengungkap modus ini biasanya dilakukan saat pihak asing menitipkan uang untuk diberikan kepada pejabat tertentu di Indonesia. “Jadi pegawai perusahaan valuta asing itu membawa ribuan dolar melalui Batam. Dibawa dengan uang tunai untuk diserahkan ke valuta asing lain di Indonesia,” jelasnya.

“Nanti, di penghujung transaksi, perusahaan valuta asing melakukan tarik tunai dan diserahkan kepada pejabat yang bersangkutan,” imbuhnya.

Novian mengatakan cara ini banyak digunakan karena aman dan tidak pernah terdeteksi. “Ini hampir mirip dengan hawala. Bahwasannya menggunakan money changer dan kuota uang tunai sebagaimana diatur dalam aturan Bank Indonesia yang disalahgunakan,” katanya.

Baca Juga :  Raden Bogie Pimpin BNNK Rote Ndao, Antisipasi Narkoba Masuk Lewat Jalur Laut NTT

Menurut Novian, modus pencucian uang tentunya akan terus dilakukan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Tujuannya, agar garta yang mereka dapat dari perbuatan lancung itu tidak terendus oleh aparat penegak hukum.

“Upaya-upaya yang membuat agar tidak terlihat kejahatan korupsi, harta hasil kejahatan korupsi itu tidak terlihat kita kenal dengan pidana pencucian uang. Jadi dia berbuat jahat, tapi pura-pura tidak berbuat jahat dengan cara mencuci uang,” ungkap Novian.

“Jadi begitu korupsi terungkap dia hanya akan, istilahnya pasang badan tapi hartanya disembunyikan dengan berbagai macam cara dengan menggunakan orang terdekat, bisa menggunakan profesional money lounder supayaharta tersebut tidak terlihat di tatanan formal atau kepada APH,” pungkasnya. (***/Cok)

Share :

Baca Juga

Hukum

Penyusunan DIM RUU KUHAP Prioritaskan Restorative Justice

Hukum

Diperiksa Jaksa Selama 12 Jam, Nadiem Makarim Siap Dipanggil Lagi

Hukum

Uji Formal UU TNI, Hakim MK Minta Bukti Pelibatan Masyarakat

Hukum

Kejaksaan Cegah Praktik Transaksional dalam Pelaksanaan Restorative Justice

Hukum

DPR Sebut Putusan Hakim Terkait Agnez Mo Menyalahi UU Hak Cipta

Headline

Program Infrastruktur dan Pendidikan di Kabupaten Bogor “Dipelototi’ KPK

Hukum

Pemerintah Bongkar Modus Baru Judol

Hukum

Uang Suap Dikembalikan, Tapi Di Mana Sisa Rp53 Miliar?