Kabarindo24jam.com | Jakarta – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda menyampaikan duka mendalam atas wafatnya Muhammad Athaya Helmi Nasution, anggota PPI Groningen, yang meninggal dunia saat bertugas mendampingi kunjungan pejabat publik di Wina, Austria, pada 27 Agustus 2025.
Athaya, yang baru berusia 18 tahun dan akan genap 19 tahun pada Oktober mendatang, meninggal ketika sedang menjadi pemandu rombongan pejabat dari DPR, OJK, dan Bank Indonesia. Hasil otopsi forensik menyebutkan bahwa ia mengalami suspected seizure yang diduga dipicu heatstroke akibat dehidrasi, kurang nutrisi, serta hypoglycemia, hingga berujung pada stroke setelah beraktivitas penuh sejak pagi hingga malam.
Namun, PPI Belanda menyoroti ketiadaan pertanggungjawaban dari pihak event organizer (EO) maupun koordinator liaison officer (LO) terkait insiden tersebut. Bahkan, keluarga almarhum yang datang ke Wina untuk mengurus jenazah tidak mendapat kunjungan atau permintaan maaf. “Alih-alih mengunjungi tempat penginapan saat Almarhum menghembuskan nafas terakhir, acara kunjungan kerja terus bergulir di mana pihak EO justru terus sibuk mengurus persiapan acara makan-makan bersama pejabat publik di restoran,” tulis PPI Belanda dalam pernyataannya.
Kerabat almarhum juga mengungkap adanya dugaan penutupan informasi. Menurut mereka, kegiatan yang diikuti Athaya berlangsung tertutup, dan saat kejadian wafatnya pun pihak keluarga merasa ditutupi soal detail aktivitas yang dijalankan. “Padahal saat merekrut, mereka memakai jalur staf KBRI untuk menanyakan siapa yang tidak pulang liburan dan berminat menjadi LO bagi para pejabat itu,” ungkap kerabat Athaya.
Dalam sikap resminya, PPI Belanda menegaskan beberapa poin penting. Pertama, mereka menolak keras keterlibatan mahasiswa dalam memfasilitasi perjalanan dinas pejabat tanpa kontrak resmi, perlindungan hukum, dan mekanisme yang jelas. Kedua, PPI Belanda menghimbau agar mahasiswa Indonesia di Eropa menolak setiap tawaran serupa, terutama yang datang lewat jalur pribadi.
Selain itu, organisasi ini mendesak KBRI Den Haag maupun perwakilan RI di negara lain untuk tidak lagi melibatkan mahasiswa dalam kegiatan pejabat publik tanpa koordinasi resmi dengan PPI. Mereka juga meminta pertanggungjawaban penuh dari pihak EO serta koordinator LO, serta mendorong agar tragedi serupa tidak terulang.
“Jangan sampai ada lagi pelajar Indonesia yang menjadi korban atas praktik kerja eksploitatif untuk kepentingan pejabat negara,” tegas PPI Belanda. (Dky*/)