CIBINONG – Pemerintah telah menerbitkan beleid baru terkait tata ruang yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang. Dalam aturan tersebut, Konfirmasi Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang dikeluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) ditetapkan sebagai acuan baru dalam perizinan berusaha.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor, Dace Supriadi, mengungkapkan KKPR menggantikan izin lokasi dan berbagai izin pemanfaatan ruang (IPR) dalam membangun dan mengurus tanah yang sebelumnya merupakan kewenangan pemerintah daerah (Pemda).
“KKPR ini berfungsi sebagai salah satu perizinan dasar yang perlu didapatkan sebelum pelaku usaha dapat melanjutkan proses perizinan berusaha, dan layanan KKPR ini sudah berjalan di Kabupaten Bogor,” kata Dace dalam perbincangan khusus terkait dengan layanan publik di Cibinong, Sabtu (26/2/22).
Menurut dia, dalam PP baru ini juga dijelaskan bahwa dalam proses penerbitan KKPR harus sesuai berdasarkan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). Salah satu terobosan dalam PP baru ini adalah RDTR sebagai landasan KKPR sebagai dasar perizinan yang posisinya berada di hulu sehingga saat ini RDTR menjadi acuan tungal (single reference) di lapangan.
“KKPR menilai kesesuaian rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang berlaku. Dan ini masalah kita, Kabupaten Bogor saat ini belum punya RDTR itu. Sehingga hal ini memperlambat bahkan menghambat proses pengurusan KKPR,” jelas Dace.
Lantaran ketiadaan RDTR itu, maka pihak Kantor ATR / BPN bersama Dinas PUPR dan instansi terkait harus melakukan survey lokasi, mengecek zonasi peruntukan lahan dan lain-lain. Itu membutuhkan waktu panjang, apalagi ditambah dengan minimnya sumber daya manusia di kantor ATR dan dinas teknis untuk survei lokasi.
Namun berbeda kalau sudah ada RDTR, lanjut Dace, prosesnya cukup mengacu pada RDTR tersebut, setelah permohonan KKPR masuk, tim teknis melakukan verifikasi data kemudian mencocokkan dengan data RDTR. Setelah semua sesuai, dalam beberapa hari permohonan sudah selesai,” papar dia.
Dace menambahkan, memang ada data RDTR lama namun itu tak terpakai lantaran sudah usang alias tidak update. Jadi yang dibutuhkan adalah data RDTR terbaru hasil kajian teknis juga pertimbangan dengan menyesuaikan perkembangan serta pembangunan wilayah terkini.
“Tiadanya RDTR ini menjadi beban dalam layanan perijinan tata ruang, saya dapat info ada ribuan berkas permohonan yang sampai saat ini masih dalam proses tunggu karena belum diverifikasi dan belum disurvei pihak Kantor ATR / BPN dan Dinas PUPR. DPMPSTP sendiri ratusan kali setiap pekan menerima keluhan dan aduan soal ini, tapi DPMPSTP tidak berbuat apa-apa,” ujar Dace.
Sebagai informasi, sesuai amanat Undang-undang Cipta Kerja (UUCK), kemudahan perizinan ditujukan untuk berbagai jenis pelaku usaha, termasuk UMKM. Di dalam praktik KKPR, pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) akan mendapat fasilitas khusus, yakni cukup melalui self-declaration bahwa kegiatannya sudah sesuai dengan tata ruang.
Sedangkan untuk pelaku usaha non-UMKM, perlu dipahami bahwa KKPR diatur melalui tiga skema yaitu yang pertama Konfirmasi KKPR yaitu untuk di wilayah yang sudah memiliki RDTR yang comply/terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS).
Kedua, Persetujuan KKPR yaitu untuk di wilayah yang belum memiliki RDTR, penilaiannya dengan mempertimbangkan produk-produk RTR menggunakan azas hierarki dan komplementer. Dan yang ketiga Rekomendasi KKPR yaitu untuk di kegiatan yang bersifat strategis nasional namun belum termuat di RTR manapun.
KKPR juga dinilai sebagai kewenangan pemerintah pusat yang berdasarkan Surat Edaran Menteri ATR/BPN Nomor 4/SE.PF.01/III/2021, sebagian kewenangan penilaian dan penerbitan KKPR telah diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi tanpa mengurangi kewenangan Menteri.
Selain itu, penilaian dan penerbitan KKPR tetap menjadi wewenang Pemerintah Pusat terhadap kegiatan di antaranya rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional, bersifat strategis nasional, perizinan berusahanya merupakan kewenangan K/L dan atau lokasinya bersifat lintas provinsi.
Dengan terintegrasinya produk RTR dengan sistem OSS, daerah yang sudah memiliki RDTR dapat langsung memproses penerbitan KKPR dengan lebih cepat. Mekanisme ini membuat produk tata ruang menjadi lebih mudah untuk diakses publik dan transparan. (Cok)