Minggu, 11 Mei 2025

Setiap Bulan, Badan Anti Teror Perangi Ratusan Konten Radikal di Media Sosial

JAKARTA — Paham radikal yang menjadi embrio dari terorisme di tanah air ternyata makin hari kian menyelusup ke tengah masyarakat. Hal itu tercermin dari temuan pihak berwenang yang mendapatkan ratusan konten baru bermuatan radikalisme di media sosial (medsos) setiap bulan.

Hal itu dikemukakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar dalam sebuah acara webinar membahas terorisme di Jakarta, Sabtu, (8/5/2021). “Setidaknya dalam satu bulan itu ada konten yang mengarah radikal antara 150-300,” kata Boy.

Temuan itu merupakan hasil kerja dan monitoring tim siber BNPT bekerjasama dengan satuan Cyber Crime Polri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang aktif menelusuri dunia maya, khususnya medsos.

Atas hal itu, jelas Boy, pihaknya bersama instansi terkait melakukan analisis terhadap ratusan konten itu. Selanjutnya, BNPT melakukan perang atau kontra narasi untuk mencegah masyarakat terpengaruh akibat konten berkategori berbahaya tersebut.

“Selain kontra narasi, tentunya yang kita lakukan adalah langkah-langkah penegakan hukum terhadap pengelola konten oleh aparat penegak hukum (Polri),” ujar jenderal bintang tiga yang pernah menjabat Kapolda Papua itu.

Baca Juga :  Menteri Agama Tegas, Kalangan Religius dan Nasionalis Jaga Narasi Kebangsaan

Boy pun menegaskan, bahwa kontra narasi sangat penting dilakukan, sebab pengguna internet di Indonesia pada data terakhir mencapai 200 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 180 juta orang adalah pengguna medsos seperti Facebook, Instagram dan Twitter.

“Hal Ini tentu saja menjadi sebuah kondisi yang sangat mengkhawatirkan jika dibiarkan. Sebab kita meyakini bahwa internet, khususnya medsos,  menjadi sarana komunikasi yang efektif oleh kelompok pengusung ideologi terorisme,” katanya.

Menurut mantan Kepala Divisi Humas Polri tersebut, di dalam konten berbahaya itu banyak mengandung unsur propaganda, ideologi radikal, dan intoleran. “Saya yakin sekali masyarakat rentan atau lugu mudah terpapar hal tersebut,” ucap Boy.

Hal itu bisa terjadi, katanya lagi, karena tingkat pendidikan. Dimana,  masyarakat dengan keluguan, kesederhanaan, dan tidak kritis, mudah menerima pesan radikal yang dilakukan secara terus-menerus. (***/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini