Kabarindo24jam.com | Jakarta – Polisi mengungkap jaringan besar kejahatan perbankan yang ternyata memiliki kaitan dengan kasus penculikan dan pembunuhan kepala cabang bank, M Ilham Pradipta (37). Dalang di balik penculikan itu rupanya juga berperan sebagai otak sindikat pembobolan rekening dormant dengan nilai fantastis mencapai Rp204 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa dalam kasus rekening tidur tersebut, penyidik menetapkan sembilan tersangka yang terbagi dalam tiga klaster berbeda. Dua di antaranya, yakni C alias Ken (41) dan DH alias Dwi (39), memiliki peran ganda: selain membobol rekening nasabah, mereka juga terlibat dalam penculikan Ilham.
“Dari sembilan pelaku, dua di antaranya adalah C alias K dan DH yang juga merupakan bagian sindikat pembobolan dana nasabah. Mereka menargetkan rekening dormant dan pada saat yang sama terlibat dalam penculikan terhadap kepala cabang yang kini ditangani Polda Metro Jaya,” kata Helfi dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Ken diketahui berperan sebagai otak operasi. Ia menyusun skenario perampokan dana bank dengan modus menyamar sebagai anggota Satgas Perampasan Aset. Identitas palsu hingga kartu tanda pengenal dengan nama lembaga pemerintah digunakan untuk meyakinkan kepala cabang pembantu agar membuka akses sistem. “Pelaku mengaku menjalankan tugas negara secara rahasia,” ujar Helfi.
Sementara itu, Dwi bertugas sebagai pencuci uang hasil kejahatan. Ia bekerja sama dengan eksekutor untuk membuka blokir rekening dan memindahkan dana. “Peran DH adalah melakukan pembukaan blokir dan memindahkan dana terblokir ke rekening penampungan,” tutur Helfi.
Selain keduanya, polisi memetakan peran tersangka lain dalam tiga klaster. Klaster karyawan bank mencakup AP (50), kepala cabang pembantu yang memberikan akses ke sistem, serta GRH (43), consumer relations manager yang menjadi penghubung dengan sindikat.
Di klaster pembobol terdapat Ken sebagai mastermind, DR (44) konsultan hukum yang melindungi kelompok, NAT (36) eks pegawai bank yang melakukan akses ilegal, R (51) mediator yang mencari kepala cabang sasaran, dan TT (38) fasilitator keuangan ilegal. Adapun klaster pencucian uang melibatkan DH serta IS (60) yang menyiapkan rekening penampungan.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat sejumlah pasal berat. Di antaranya Pasal 49 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2023 jo Pasal 55 KUHP, Pasal 46 ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. (Man*/)