Kamis, 24 Juli 2025

Soal Kewenangan Penyidik Polri dalam Revisi KUHAP Diprotes Aktivis

Kabarindo24jam | Jakarta –  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan sejumlah aktivis pemerhati hukum serta kelompok masyarakat secara khusus menyoroti kewenangan penyidik Polri yang sangat kuat, bahkan bisa disebut overpower setelah muncul ketentuan dalam draf Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Menurut kami di RKUHAP ini, ini akan menempatkan kepolisian dengan istilah penyidik utama, itu menjadi seperti superpower begitu,” kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya dikutip pada Selasa (22/7/2025).

Dia mengatakan Pasal 6 Ayat 2 dan Pasal 7 Ayat 3 dalam draf RKUHAP menyatakan penyidik Polri bakal menyubordinasikan perkara dari pegawai negeri yang memiliki kewenangan mengusut perkara. “Wajib berkoordinasi dan mendapatkan persetujuan dalam upaya paksa,” kata Isnur.

Dia pun menilai pemberian kewenangan penyidik Polri sebagai penyidik utama berpotensi menghambat pengusutan kasus oleh lembaga lain. “Dan tentu ini bertentangan dengan prinsip koordinasi fungsional supervisi penuntut umum serta pengawasan pengadilan,” kata dia.

Oleh karena itu, kata Isnur, meminta Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bisa atau sanggup menghapus frasa penyidik utama dalam RKUHAP yang diterima kepolisian ketika mengusut perkara dari lembaga lain.

Dia mengatakan RKUHAP seharusnya memperkuat fungsi pengawasan dan keseimbangan dalam penegakan hukum. “Bukan menambah kewenangan seperti ini, begitu, karena makin besar kewenangannya dia, makin sulit mengawasi oleh kelembagaan,” kata dia.

Diketahui dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi DPR bersama YLBHI dan pakar hukum di Gedung DPR, Senin (21/7/2025), Isnur juga menyoroti ketentuan RKUHAP yang membuka ruang bagi anggota TNI untuk menjadi penyidik pada tindak pidana umum.

Dia mengatakan Pasal 87 Ayat 4 dan Pasal 92 Ayat 4 mengatur soal penangkapan dan penahanan oleh penyidik TNI yang awalnya mencantumkan frasa TNI AL.  “Menurut kami hal ini berbahaya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI dan akan mengacaukan sistem peradilan pidana,” kata Isnur.

YLBHI mencatat ada sejumlah klausul dalam RKUHAP yang memberikan wewenang prajurit TNI aktif sebagai penyidik dalam kasus tindak pidana umum. Sejumlah pasal itu yakni, Pasal 7, Pasal 20, Pasal 87, dan Pasal 92. Khusus dua pasal terakhir, YLBHI menyebut ada perubahan dari versi awal.

“Pasal 87 ayat (4) dan 92 ayat (4), misalnya, mengatur bagaimana penangkapan dan penahanan oleh penyidik. Pada versi semula, DPR hanya mencantumkan frasa TNI laut ya, namun dalam DIM versi pemerintah frasa angkatan laut tersebut dihapuskan,” ujar Isnur.

Dia mengaku khawatir pasal tersebut mengembalikan praktik dwifungsi ABRI pada masa orde baru. “Menurut kami hal ini berbahaya akan mengembalikan praktik dwifungsi ABRI dan akan mengacaukan sistem peradilan pidana,” katanya.

Sementara Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menjelaskan ketentuan dalam revisi KUHAP yang mengatur soal prajurit TNI aktif bisa menjadi penyidik dalam kasus tindak pidana umum. Hinca membantah klausul TNI bisa menjadi penyidik dalam tindak pidana umum.

Menurut dia, kewenangan TNI bisa menjadi penyidik hanya berlaku dalam kasus tindak pidana kejahatan laut. “Itu dalam rangka TNI Angkatan Laut yang penyidik perikanan yang TNI dalam arti keseluruhannya tidak ada di situ,” kata Hinca di kompleks parlemen, Senin (21/7). (Man/*)

redaksi
redaksihttps://kabarindo24jam.com
Redaksi media Kabarindo24jam.com

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini