Kabarindo24jam.com | Cigudeg – Wakil Bupati (Wabup) Bogor, Jaro Ade Ruhandi, mengemukakan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor saat ini tengah melakukan pendataan menyusul adanya surat edaran Gubernur Jawa Barat, akibat penutupan sementara aktivitas tambang.
Pendataan tersebut meliputi dampak sosial serta hilangnya mata pencarian masyarakat sekitar seperti pekerja sopir, kenek, karyawan, pekerja lepas, UMKM dan anak putus sekolah. Wabup Ade mengatakan, pendataan ini dilaksanakan untuk dikaji dan dievaluasi oleh Pemkab untuk selanjutnya diserahkan kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
“Semua data terkait dengan penutupan lokasi tambang ini akan menjadi bahan kajian Pemkab Bogor, yang nantinya kami bersama Pak Bupati Rudy Susmanto akan menyampaikannya langsung kepada Gubernur,” ujar Wabup Jaro Ade dalam keterangannya dikutip pada Minggu (5/10/2025).
Ia lantas mengimbau, masyarakat untuk tetap sabar dan menjaga kondusivitas. Sehingga dampak dari kebijakan tersebut akan segara teratasi. “Pemerintah akan bertindak demi kebaikan bersama, baik jangka pendek, menengah maupun panjang. Kita sama-sama cinta Kabupaten Bogor,” tegasnya.
Diketahui, dari penutupan tambang sementara, beberapa masyarakat di setiap desa turut terdampak meliputi Kecamatan Cigudeg, Rumpin dan Parungpanjang. Desa di Kecamatan Cigudeg meliputi. Desa Rengasjajar, Desa Batujajar, Desa Tegalega, Desa Bangunjaya dan Desa Argapura.
Kemudian Desa Cintamanik, Desa Mekarjaya serta Desa Banyuasih. Selanjutnya, di Kecamatan Rumpin yang terdampak adalah Desa Cipinang, Desa Banjarpinang. Sedangkan di Kecamatan Parungpanjang di Desa Gorowong dan Desa Cikuda.
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengambil langkah tegas dengan membekukan sementara aktivitas pertambangan di wilayah Kecamatan Cigudeg, Parung Panjang, dan Rumpin – Kabupaten Bogor. Keputusan pahit itu tertuang dalam surat bernomor 7920/ES.09/PEREK tertanggal 25 September 2025.
Dalam pertimbangan atas keputusannya itu, Gubernur Jabar berpandangan aktivitas tambang masih menimbulkan persoalan serius. Mulai dari pencemaran lingkungan, kemacetan, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan, hingga ancaman keselamatan masyarakat.
Keputusan ini seketika menuai pro dan kontra, terutama dari warga penambang, pengusaha angkutan, dan sopir truk yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas tambang. KDM sendiri mengakui kebijakan itu menimbulkan kekecewaan, namun ia menegaskan alasan utama adalah keselamatan publik.
“Saya memahami kegelisahan, kekecewaan, dan kemarahan anda atas keputusan saya menutup sementara tambang Parung Panjang. Saya paham para penambang kehilangan pendapatan, pengusaha angkutan kehilangan pemasukan, sopir truk kehilangan pekerjaannya,” kata Dedi dalam pernyataannya dikutip pada Rabu (1/10/2025)
Berdasarkan data Pemprov Jabar, sepanjang 2019–2024 terdapat 195 orang meninggal dunia akibat kecelakaan yang melibatkan truk tambang. Selain itu, 104 orang mengalami luka berat. “Pertanyaannya, ke mana semua ketika anak-anak kehilangan bapak, suami kehilangan istri, kakak adik kehilangan saudara? Ada tangis pilu saat mereka jatuh di jalanan terlindas truk besar,” ucapnya.
Tak hanya korban jiwa, dampak sosial dan lingkungan juga mengkhawatirkan. Kasus ISPA akibat debu, tekanan mental warga akibat kebisingan, hingga rusaknya ekosistem Parung Panjang menjadi sorotan gubernur. “Ada derita masyarakat yang mengalami ISPA, depresi yang lahir di jalanan yang setiap hari bergumul dengan maut, debu, dan berapa hancurnya ekosistem Parung Panjang,” ujarnya.
Dedi pun menekankan dirinya tidak anti terhadap penambangan. Ia hanya ingin menegakkan keadilan bagi masyarakat luas. “Saya tidak anti penambangan, tapi saya sangat bersikap empati pada rakyat. Saya kecewa karena seolah tidak peduli pada kepentingan umum,” katanya.
Ia juga menyinggung kerugian negara akibat kerusakan jalan provinsi yang terus dilintasi ribuan truk tambang. “Pada saat jalan dibangun oleh Pemprov, baru berapa hari sudah dilindas. Berapa puluh miliar kerugian kami apabila itu dibiarkan? Ke depan, berapa triliun yang harus kami siapkan? Siapa yang menikmati? Para penambang. Siapa yang rugi? Rakyat, negara,” tegas Dedi.
Meski demikian, Dedi tetap meminta maaf kepada pihak yang merasa dirugikan. Ia mengajak semua pihak duduk bersama mencari solusi adil dan berkelanjutan. “Mari duduk bersama merumuskan pembangunan yang berkeadilan dan mementingkan masyarakat luas,” imbuh Dedi. (Cky)