Home / Headline / Nasional

Senin, 3 Mei 2021 - 21:20 WIB

Waspadai Modus Korupsi Penerimaan Negara Bukan Pajak oleh Kepala Daerah dan Para Pejabat

JAKARTA — Dalam rangka mencari keuntungan pribadi, beragam modus praktik korupsi dilakukan para oknum pejabat di daerah maupun kepala daerah untuk mengambil porsi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tercatat, ada dua jenis praktik korupsi PNBP yang marak, baik di sektor Sumber Daya Alam (SDA) maupun non SDA.

Sekretaris Jenderal Seknas Fitra Misbah Hasan

“Di SDA ini, seringkali yang terjadi ialah pemberian izin tambang, konservasi hutan, perkebunan dan lain-lain yang praktiknya melanggar undang-undang, terutama yang terjadi adalah suap kepada kepala daerah,” ujar Sekjen Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Misbah Hasan dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin (3/5/2021).

Baca Juga :  Laksamana Yudo Tegaskan Loyal kepada Presiden dan Dukung Jendral Andika

Kemudian, praktik lainnya ialah potential loss hasil hutan terutama kayu. Menurut riset Fitra, terdapat banyak hasil hutan terutama kayu yang bisa jadi potensi PNBP namun gagal karena beragam faktor. Kemudian, banyaknya pihak yang tidak menyetor pendapatan langsung ke kas negara, namun dimasukkan terlebih dahulu ke rekening pribadi.

Untuk sektor non SDA, modusnya dapat berupa pungutan tanpa adanya dasar hukum, alias pungutan liar (pungli), kemudian keterlambatan penyetoran pajak ke kas negara, penggunaan langsung PNBP, pengelolaan PNBP di luar mekanisme APBN hingga penyelundupan pajak cukai.

“Kemudian, yang penting kita cermati bersama terutama untuk pemerintah daerah ialah terkait eksternalitas negatif, di mana upaya peningkatan PNBP baik migas non migas jangan sampai mengejar peningkatan penerimaan negara tapi terjadi kerusakan hutan dan lingkungan yang lebih parah, ini penting karena risikonya lebih besar,” jelas Misbah.

Baca Juga :  Brigjend Roycke Digeser ke Bareskrim, Wakapolda Bali Dijabat Putra Buleleng

Sebagai informasi, menurut data Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2019, dari 36 kementerian dan lembaga terdapat pengelolaan PNBP minimal Rp 352,38 miliar dan USD 78,07 juta yang belum atau tidak sesuai dengan ketentuan.

“Temuan lain BPK atas PNBP ialah keterlambatan, kurang, atau tidak dipungutnya PNBP ke kas negara, lalu pungutan yang tidak memiliki dasar hukum dan tidak optimal karena tidak memiliki sistem pengawasan yang andal,” pungkas Misbah. (***/Husni)

Share :

Baca Juga

Headline

Program Infrastruktur dan Pendidikan di Kabupaten Bogor “Dipelototi’ KPK

Headline

Kontroversial dan Dikritisi, Penulisan Ulang Sejarah Terus Berlanjut

Nasional

Sengketa Empat Pulau, Gubernur Aceh Pilih Jalur Kekeluargaan daripada PTUN

Headline

Bising di Atas Laut Tenang Raja Ampat,ada JKW?

Nasional

Investasi atau Perampokan? Bahlil Diteriaki Massa di Bandara Sorong

Headline

TNI AD Rekrut 24 Ribu Prajurit untuk Batalyon Teritorial Pembangunan

Nasional

Upaya PPPA Tingkatkan Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak

Headline

Pamekasan Bersinar Tanpa Narkoba