Kabarindo24jam.com | Jakarta – Berdalih kini dia menjabat Menteri di kabinet Prabowo Subianto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang pernah memimpin Panitia Khusus (Pansus) Haji di DPR RI enggan untuk berkomentar banyak perihal pengusutan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 atau di era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Padahal saat itu Cak Imin yang memimpin Pansus Haji DPR mengusut sejumlah persoalan yang terjadi di dalam penyelenggaraan ibadah haji. Salah satu yang diusut yaitu terkait dugaan korupsi pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus. “Ya tanya beliau-beliau lah, bukan saya, saya kan sudah enggak ngurus, sudah bukan DPR lagi,” ujar Cak Imin di Gedung DPR, Jakarta, Senin (7/7/2025).
“Wah saya ini kan menteri ya, jadi susah untuk komentar di luar bidangnya. Kalau DPR luwes ya bisa ngomong tentang apapun. Tapi kalau menteri saya enggak bisa komentar apapun,” sambung Cak Imin yang saat ini menjabat Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat.
Sebelumnya dikabarkan, bahwa KPK mulai mengusut dugaan korupsi terkait kuota ibadah haji 2024 di era Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Saat ini, pengusutan kasus yang dilaporkan, salah satunya oleh Front Pemuda Anti Korupsi (FPAK) itu, masih masuk tahap penyelidikan.
“Ya benar (penyelidikan dugaan korupsi penentuan kuota haji di Kemenag),” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi, Kamis (19/6/2025). Sejumlah pihak disebut telah dimintai keterangan dalam mendalami dugaan korupsi tersebut. Mereka menilai terdapat kejanggalan dalam pembagian kuota haji tambahan.
Sementara Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, berdasarkan dugaan sementara, kasus dugaan korupsi terkait kuota haji terjadi pada 2023-2024. “Ya, sementara itu (2023-2024),” ungkap Setyo seraya menegaskan bahwa waktu diduga terjadinya perkara itu masih bersifat sementara karena baru berdasarkan informasi awal yang diperoleh KPK.
Oleh karena itu, ia menekankan, KPK tetap membuka kemungkinan menetapkan tahun terjadinya perkara sebelum 2023. “Dari hasil proses permintaan keterangan, kemudian pendalaman secara dokumen, bukti-bukti yang lain, ada potensi yang lain, maka ya bisa saja (tahun terjadinya perkara sebelum 2023-2024),” ujar Setyo. (Cky/*)