Home / Politik

Rabu, 15 Desember 2021 - 00:24 WIB

DPD RI Inginkan Presidential Threshold 20 Persen Dihapus

JAKARTA — Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan bahwa ambang batas presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen memiliki resiko biaya politik yang tinggi sehingga berpotensi menimbulkan kasus korupsi.

“PT 20 persen itu mengakibatkan biaya politik menjadi tinggi, sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya potensi politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi,” kata LaNyalla usai bertemu Ketua KPK Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (14/12).

Jika ambang batas presiden ditiadakan atau turun menjadi 0 persen, menurut Lanyalla, tentunya tidak akan ada lagi hajat demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.

Baca Juga :  Dosen Universitas Muhammadiyah Bersama 8 Tokoh Pimpin Ombudsman RI

Oleh karena itu, dalam pertemuannya dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, dia menyampaikan bahwa DPD sedang menggugat soal ambang batas presiden yang sebesar 20 persen agar turun menjadi 0 persen.

Presidential treshold setinggi itu akan membatasi munculnya tokoh dan figur terbaik bangsa dari berbagai elemen untuk jadi pemimpin dan yang akan terjadi adalah kompromi-kompromi politik,” ujarnya seraya menambahkan faktanya sudah ada tujuh partai politik berkoalisi, yang jumlahnya sudah menguasai 82 persen kursi di DPR RI.

Selain kompromi tidak sehat, lanjut dia, ambang batas presiden sebesar 20 persen juga dapat menyebabkan konflik yang tajam di tengah masyarakat. “Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berselisih dan bertengkar. Itu masih terjadi sampai saat ini,” ucap LaNyalla.

Baca Juga :  Tegaskan Dirinya Tidak Tertarik jadi Presiden, Bambang Soesatyo Lebih Pilih Ketua Partai

LaNyalla juga menyinggung terkait dengan undang-undang yang bersifat koruptif bila tidak menguntungkan rakyat. “Kalau menurut saya, sebuah undang-undang yang memberikan ruang penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar, kemudian merugikan rakyat, itu sejatinya undang-undang yang koruptif,” paparnya.

Ke depan, tegas senator dari daerah pemilihan Jawa Timur ini, DPD RI ingin bisa bersinergi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. “Tidak hanya di daerah, tetapi juga skala nasional,” pungkas tokoh senior Pemuda Pancasila ini. (***/CP)

Share :

Baca Juga

Polhankam

Prabowo Akhiri Polemik, Tegaskan 4 Pulau Milik Aceh

Hukum

Ahok Dukung Penegak Hukum Bongkar Korupsi Tanah di Jakarta

Politik

Jokowi, PSI, dan Langkah Membangun Panggung Politik ?

Nusantara

Muktamar PPP Ditunda, Bursa Ketum Makin Panas

Politik

Inikah Politik Pengkultusan? Atau Sebuah Strategi?

Politik

Sebaiknya Jokowi Ikuti SBY, Hidup Tenang Lepaskan Politik

Headline

Momen Akrab Prabowo dan Megawati di Hari Pancasila

Headline

Try Sutrisno Restui Upaya Purnawirawan Lengserkan Gibran