Jumat, 29 Maret 2024

Nurut Rais Aam, Pengurus Daerah Desak PBNU Percepat Muktamar

JAKARTA — Munculnya wacana pengunduran waktu pelaksanaan muktamar Nadhlatul Ulama (NU) ke 34 terkait rencana Pemerintah menerapkan kembali Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 yang dimulai pada 24 Desember 2021, mendapatkan penentangan dari para ulama dan pengurus NU di berbagai daerah.

Ketua Pengurus Besar NU, Saifullah Yusuf mengungkapkan, bahwa sebanyak 27 Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia menolak pengunduran pelaksanaan muktamar. Bahkan, mereka mendukung permintaan Rais Aam PBNU KH Miftachul Ahyar agar pelaksanaan Muktamar Ke-34 NU dipercepat.

“Ada 27 pengurus wilayah yang terdiri dari 25 Ketua Tanfidziyah PWNU dan 2 Rois Syuriah PWNU, semalam bertemu dan mendukung keinginan Rais Aam agar muktamar dipercepat,” kata Walikota Pasuruan yang akrab dengan saapaan Gus Ipul itu, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (21/11/2021).

Sebelumnya diketahui, bahwa Rais Aam PBNU KH Miftachul Ahyar memerintahkan PBNU untuk mempercepat muktamar karena kondisi pada bulan Januari 2022 belum tentu akan lebih baik dibandingkan Desember 2021. “Sebagai pimpinan tertinggi maka keinginan Rais Aam ini adalah sebuah perintah yang harus dilakukan PBNU,” tegas Gus Ipul.

“Terlebih lagi, kondisi di PBNU saat ini juga sudah tidak kondusif, ada masalah-masalah politik dan administrasi yang mengganggu konsolidasi organisasi. Misalnya banyak SK mati yang tiba-tiba hidup sendiri tanpa ada tanda tangan Rais Aam. Ini masalah yang serius,” tambah Gus Ipul.

Dia menambahkan, Sebanyak 27 PWNU yang mendukung percepatan muktamar, di antaranya adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Aceh, Sumut, Sumsel, Sumbar, Bengkulu, Lampung, Kaltim, Kalteng, Kalsel, dan Kalbar.

Kemudian Provinsi Bali, NTT, NTB, Sulsel, Sulbar, Sulteng, Sultra, Gorontalo, Sulut, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. “Dukungan untuk percepatan muktamar dilakukan usai 27 PWNU bertemu di Jakarta pada Sabtu (20/11) malam,” ujarnya.

Beberapa poin dihasilkan dalam pertemuan itu, lanjut Gus Ipul, di antaranya mendukung muktamar dipercepat pada 17-19 Desember 2021 dan mendorong agar regenerasi kepemimpinan PBNU dapat terjadi secara baik dan elegan pada muktamar ke-34 di Lampung.

Sesuai hasil Munas dan Konbes NU, Muktamar Ke-34 NU dijadwalkan pada 23-25 Desember 2021. Namun, sehubungan dengan kebijakan pemerintah untuk menerapkan PPKM level 3 pada 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022 maka muktamar dijadwal ulang.

Baca Juga :  Satuan Binmas Polrestabes Medan Pro Aktif Cegah Penyebaran Covid

Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU KH Imam Azis mengatakan PBNU belum memutuskan apakah muktamar dimajukan atau diundur dari jadwal sebelumnya. “Belum ada instruksi apapun dari PBNU terkait mundur atau tidaknya pelaksanaan muktamar,” imbuhnya.

Majelis Ulama indonesia (MUI) Pusat menegaskan penetrasi MUI ke media digital bukan untuk membuat buzzer. Lantaran berlawanan dengan sikap MUI yang tegas menyatakan bahwa buzzer haram.

Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Pusat, Ismail Fahmi mengatakan, bahwa koordinasi dengan MUI DKI Jakarta akan terus dilakukan.

“Apa yang dilakukan MUI DKI seharusnya tidak membuat buzzers. Kita akan komunikasi lah. Karena buzzers tidak perlu sama sekali dan MUI sudah menyatakan kalau profesi buzzers itu kan haram,” ujar dia kepada merdeka.com, Minggu (21/11).

Pembentukan Cyber Troops oleh MUI DKI pun seharusnya bukan untuk membentuk buzzer. Lantaran buzzer selalu mengambil posisi untuk membela satu pihak dan menyerang pihak yang lain.

“Kalau saya pribadi malah menyarankan, saya tekankan baik di pusat maupun di daerah tidak boleh membentuk buzzers. Tidak perlu membuat buzzers. Buzzers itu biasanya di satu sisi kakinya. Dia menyerang sisi yang lain,” tegas dia.

“Sementara garis dakwah yang dicanangkan oleh Ketua MUI KH. Akhyar, merangkul tidak memukul. Jadi beda. Buzzers itu memukul sifatnya. Kita tidak memukul kita merangkul. Makanya cukup yang dilakukan oleh MUI baik Pusat dan daerah ini yang kita lakukan,” tandasnya.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menyatakan pembentukan pasukan siber untuk melawan “buzzer” yang menyerang ulama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tidak terkait dengan dana hibah Rp10,6 miliar.

“Kami membentuk pasukan siber karena saat ini marak informasi hoaks yang dapat memecah belah umat, terutama umat Islam dan ulama,” kata KH Munahar Muchtar.

Menurut Munahar, pada rapat dengan Bidang Infokom MUI DKI Jakarta, Jumat (11/10), membicarakan program ke depan serta makin banyaknya informasi yang terindikasi memecah-belah anak bangsa, terutama umat Islam dan ulama. “Karena itu, ada gagasan dari kami untuk membentuk semacam cyber army,” katanya.

Munahar menjelaskan, pasukan siber itu dibentuk atas inisiatif MUI DKI untuk melawan informasi hoaks, sebagai upaya membela umat dan ulama.

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini