Kabarindo24jam.com | Bogor – Ketua Pengurus Cabang Syarikat Islam (SI) Kabupaten Bogor, H. Miad Mulyadi, SH., MH, secara tegas menolak hasil Musyawarah Daerah Majelis Ulama Indonesia (Musda MUI) Kabupaten Bogor ke IX yang mengukuhkan kembali KH. Mukri Aji sebagai Ketua beserta jajaran pengurus lama.
Miad menyebut proses Musda penuh kejanggalan dan tidak mencerminkan semangat kebersamaan ulama maupun umat. Persoalan utamanya, tambah Miad, terletak pada minimnya transparansi sejak awal pelaksanaan musda. Sehingga Syarikat Islam tegas bersama 10 Ormas Islam lainnya menolak Musda MUI.
“Undangan yang kami terima pun tidak sesuai kelayakan. Seharusnya undangan resmi mencantumkan agenda lengkap, tapi faktanya tidak demikian. Bahkan kami, 11 ormas Islam yang ikut berperan dalam lahirnya MUI, sama sekali tidak dilibatkan. Aspirasi kami diabaikan, sehingga wajar bila kami menolak hasil musda itu,” tegas Miad kepada wartawan, Selasa (16/9/2025).
Dari sisi legitimasi, Miad menyebut kepemimpinan KH. Mukri Aji sah secara formal, namun cacat secara moral. “Sah, akan tetapi tercederai oleh fakta bahwa Musda ini tidak melibatkan kami, 11 ormas yg notabene membidani juga lahirnya MUI. Sehingga keluarlah maklumat pernyataan sikap, kemudian penolakan dari Forum Ormas Islam karena memang hasilnya pun tidak bisa kami terima,” jelas Miad.
Ia menambahkan, saat ini MUI perlu kaderisasi, perlu pembaharuan dan perlu perubahan. Bagaimana mungkin MUI yang menjadikan program PKU (Pendidikan Kader Ulama) sebagai program utama tapi kaderisasi tidak berjalan dan pengurusnya itu-itu saja?” ucapnya.
Terkait langkah ke depan, SI bersama Forum Ormas Islam siap membawa persoalan ini ke level provinsi. “Langkah maklumat penolakan sekarang ini adalah awal, dan selanjutnya kami, Forum Ormas Islam akan mendatangi MUI Jabar untuk mempertanyakan terkait rekomendasi ketua umum MUI Kabupaten Bogor, apakah memang diterbitkan,” jelas Miad.
“Apabila hal ini pun tidak menghasilkan respon sesuai yang kami harapkan, maka gerakan yang lebih besar tentu akan kami lakukan. Ini semata untuk umat dan agar MUI ‘terselamatkan’ dengan perubahan kepengurusan serta menjadi wadah semua ulama tanpa kecuali,” jelas Miad yang juga seorang konsultan hukum.
Ia pun menegaskan bahwa gerakan ini bukan bermaksud menguasai MUI atau menyiapkan orang tertentu untuk menjadi ketua MUI. Forum Ormas Islam menginginkan perubahan di tubuh MUI dengan pengurus-pengurus baru karena memandang bahwa sangat banyak figur baru yang akan mampu untuk memimpin MUI.
Ia lantas memperingatkan dampak serius bila hasil muktamar tetap dipaksakan. “Bayangkan jika 11 Ormas Islam aspirasinya tidak didengar, sementara kami pun punya umat, punya ulama, punya kiai, punya ustadz-ustadz. Bagaimana MUI yang harusnya jadi wadah pemersatu ulama untuk mengurusi umat, tapi tidak dipercaya dan ditolak kepengurusannya oleh Ormas-Ormas Islam yang berbasis umat?” imbuhnya.
Bahkan, lanjut Miad, kiai-kiai yang lain juga sebetulnya menyoroti hal yang sama, walaupun mereka tidak menyampaikan secara terbuka seperti SI dan Forum Ormas Islam. “Karena itu, saya yakin sangat berdampak kepada kelangsungan MUI untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat atau dari ulama khususnya, jika hasil musda ini tetap dipaksakan” tutupnya. (Man*/)