Sabtu, 20 April 2024

Dinyatakan Melanggar Etik, DKPP Berhentikan Arief dari Jabatan Ketua KPU

JAKARTA — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Arief Budiman, telah melanggar etik dalam menjalankan tugas serta kewenangannya terkait dengan perkara salah satu Komisioner KPU Evi Novida Ginting. Atas hal itu, majelis sidang etik DPKP memberhentikan Arief dari jabatan Ketua KPU RI.

“Memutuskan, satu mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian. Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arif Budiman selaku Ketua KPU RI,” jelas Ketua DKPP Muhammad, dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (13/1).

DKPP Memerintahkan kepada KPU RI untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan dibacakan. Empat, memerintahkan Bawaslu mengawasi pelaksanaan putusan ini,” ucapnya seraya menambahkan bahwa dalam putusan itu, Arief dinyatakan diberhentikan hanya dari jabatan ketua KPU, tidak disebut diberhentikan juga sebagai Anggota KPU. 

Artinya Ketua KPU bisa dijabat anggota lain dan Arief menjadi komisioner KPU saja. Perkara bernomor 123-PKE-DKPP/X/2020 itu ternyata dampak dari proses hukum yang ditempuh Komisioner KPU Evi Novida Ginting yang diberhentikan Bawaslu pada 18 Maret, namun putusan itu dimentahkan PTUN. Dan Arief Budiman pun dianggap melanggar etik karena mendampingi Evi Novida yang saat ini nonaktif mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta. 

Dalam keterangan DKPP, pendampingan itu dilakukan pada 17 April 2020, atau hampir sebulan setelah DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Evi. Karena itu, pengadu pelanggaran etik ini, Jupri, mendalilkan Arief telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya yakni menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020.

Baca Juga :  Wali Kota Bogor Harus Terus Kawal Proyek Masjid Agung 

Sikap tersebut, menurut Pengadu, sangat disayangkan karena selain tidak mempunyai landasan hukum yang kuat, patut diduga bahwa tindakan Ketua KPU mengabaikan asas kepastian hukum dan kepentingan umum,” kata Jupri dalam sidang sebelumnya. 

Disebutkan Jupri lagi bahwa keputusan yang dibuat oleh Ketua KPU RI untuk mengaktifkan kembali Evi Novida Ginting Manik adalah langkah yang tidak dapat dibenarkan menurut UU Pemilu serta diduga melanggar Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Dalam sidang, Arief membantah dalil yang disebutkan Jupri. Menurut dia, kehadirannya di PTUN Jakarta pada 17 April 2020 bukan dalam rangka mendampingi Sdri. Evi Novida Ginting untuk mendaftarkan gugatan. Diungkapkannya, dia hanya memberikan dukungan moril kepada Evi sebagai sesama kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun sebagai pimpinan KPU RI. 

“Teradu datang hanya untuk memberikan dukungan moril dan sebagai rasa simpati dan empati kepada yang bersangkutan, dan tidak ada sedikitpun maksud dari Teradu untuk menyalahgunakan tugas, jabatan dan kewenangan Teradu dengan kehadiran Teradu di Pengadilan TUN Jakarta,” jelas Arief. 

Terkait dalil tentang KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020, Arief menyebut bahwa surat tersebut bukan merupakan keputusan untuk mengaktifkan kembali Sdri. Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020. 

Menurutnya, diaktifkannya kembali Evi sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor: 34/P Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020. (HUS/****)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini