Kabarindo24jam.com | Jakarta – Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin agar dapat menyelesaikan konflik secara musyawarah. Saldi mengatakan, secara informal sembilan hakim konstitusi sudah memikirkan untuk melakukan putusan sela dan meminta semua pihak yang bertikai dalam tuntutan UU Kesehatan agar bermusyawarah.
Hal itu disampaikan Saldi dalam sidang lanjutan Uji Materi UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan nomor perkara 182/PUU-XXII/2024 yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (7/7/2025). “Jadi, sangat mungkin nanti sebelum ini kita putuskan, kita akan keluarkan putusan sela, memerintahkan semuanya ketemu bicara dari hati ke hati,” kata Saldi.
Semua pihak, kata Saldi Isra, termasuk dari PB IDI, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga fakultas kedokteran juga ikut dilibatkan dalam perkara itu. “Nanti tolong dirembukkan bersama, ini mau kita apakan ini barang?” ucap dia.
Saldi juga mengatakan, tak ingin perkara ini seperti politik belah bambu yang menaikkan satu pihak, namun menginjak pihak lainnya. Dia berharap, dalam musyawarah bisa memecah kebuntuan peran negara dan peran IDI dalam memajukan kesehatan di Indonesia.
Pesan musyawarah ini juga pernah disampaikan Hakim MK Arief Hidayat pada sidang sebelumnya, yang digelar 3 Juni 2025. Arief meminta agar IDI dan Menteri Kesehatan bisa berpikir jernih dalam uji materi UU Kesehatan tersebut. “Mohon kita berpikir secara jernih untuk kepentingan bangsa dan negara,” kata Arief.
Ia menekankan pentingnya menghadapi permasalahan antara IDI dan pemerintah dengan kepala dingin. Arief berharap, organisasi profesi dan negara tidak saling mengedepankan ego, melainkan bersama-sama mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang ada.
“Mari dalam persidangan ini tidak ada dikotomi antara organisasi profesi dan negara, tapi kita mencari jalan keluar sebaik-baiknya bagaimana penataan di bidang kesehatan, di bidang profesi kedokteran ini dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan negara dan bangsa,” tutur dia.
Diketahui, PB IDI dan 52 warga dari berbagai profesi menguji 24 pasal dalam UU Kesehatan. Pada pokoknya, perkara ini juga mempersoalkan norma-norma yang berkaitan dengan pertanggungjawaban, kelembagaan, peran, dan keanggotaan konsil, peran kolegium, majelis penegakan disiplin profesi, penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk sementara waktu.
Begitu juga soal sanksi tenaga medis dan tenaga kesehatan, lembaga pelatihan yang terakreditasi pemerintah pusat, pengawasan terhadap penyelenggaraan kesehatan, serta penumpukan kekuasaan dan sentralisasi wewenang pada Menteri Kesehatan guna menyokong industri kesehatan sehingga melawan arah utama negara hukum demokratis dan demokrasi konstitusional dengan melemahkan kelembagaan konsil, kolegium, majelis disiplin profesi, serta organisasi profesi.
Para Pemohon mengatakan adanya intervensi dan kontrol langsung Menteri Kesehatan kepada kolegium, wewenang Menteri Kesehatan dalam menerima peninjauan kembali putusan majelis disiplin profesi, serta diambil alihnya wewenang organisasi profesi atas pengelolaan pemenuhan satuan kredit profesi (SKP) tenaga medis oleh menteri. (Cky/*)