Selasa, 19 Maret 2024

Jabatan Setara, Kades dan Lurah Ada Perbedaan Khusus

JAKARTA — Selama ini ternyata banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwasanya posisi Kepala Desa (Kades) dengan Lurah memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Padahal masyarakat beranggapan bila Kades dan Lurah itu adalah jabatan serupa dan dipilih dengan mekanisme yang sama.

Inilah perbedaannya, seorang Kades dipilih oleh warga desanya melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara demokratis sama halnya seperti memilih Bupati, Wali Kota dan Gubernur. Bedanya, Kades tidak diusulkan oleh partai politik.

Sementara seorang Lurah dipilih langsung oleh Wali Kota atau Bupati yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan langsung dilantik. Ini menandakan bahwa Lurah adalah bawahan langsung Bupati / Wali Kota melalui Camat dengan masa jabatan ditentukan oleh Kepala Daerah.

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, Pejabat Pemerintah Desa mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Masa jabatan Kades adalah 5 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk 2 kali masa jabatan berikutnya berturut-turut atau tidak. Dalam tugas dan kewenangannya, Kades tidak bertanggung jawab kepada Camat, tetapi hanya dikoordinasikan saja oleh Camat.

Kades bertanggung jawab kepada Bupati dan juga menyampaikan laporan kinerjanya kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kemudian Kades wajib atas melaksanakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Tugas Lurah adalah melaksanakan Kewenangan Pemerintah Daerah yang dilimpahkan oleh Camat sesuai karakteristik wilayah dan kebutuhan Daerah serta melaksanakan tugas dan fungsi Pemerintahan berdasarkan Peraturan perundang-undangan.

Status Kepegawaian

Perbedaan desa dan kelurahan selanjutnya ada pada status kepegawaian pemimpin desa dan kelurahan. Kades, memiliki status kepegawaian bukan PNS. Sedangkan Lurah, atau pemimpin Kelurahan, memiliki status kepegawaian PNS.

Perbedaan desa dan kelurahan yang lain, ada pada pembiayaan pembangunan. Desa memiliki dana yang berasal dari prakarsa masyarakat, sedangkan Kelurahan memiliki dana yang berasal dari APBD.

Sementara dari aspek sosiologis, Kelurahan umumnya berada di wilayah perkotaan hingga wilayah sub-urban. Secara sosiologi, warga kelurahan umumnya tidak memiliki ikatan batin yang kuat satu sama lain.

Beda halnya dengan warga di wilayah pedesaan. Prinsip gotong royong dan kebersamaan umumnya masih lekat dimiliki masyarakatnya.

Baca Juga :  Prabowo - Puan Ngobrol Politik Soal Berpasangan di Pilpres

Kemudian terkait gaji, dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap Kades, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD).

“Besaran penghasilan tetap Kepala Desa paling sedikit Rp 2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang II/a,” bunyi Pasal 8 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2019.

Dalam ADD sendiri, selain gaji yang diperuntukkan untuk kades (gaji kades), PP tersebut juga mengatur skema dan besaran penggajian untuk posisi sekretaris desa dan perangkat desa lain.

“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa,” bunyi Pasal 81 ayat (3).

Namun demikian, PP tersebut hanya mengatur terkait besaran minimum gaji yang bisa diperoleh perangkat desa. Gaji perangkat desa bisa lebih tinggi tergantung dengan kebijakan masing-masing kepala daerah, dalam hal ini bupati atau wali kota.

Sementara itu, dalam Pasal 100 PP Nomor 11 Tahun 2019, kepala desa juga menerima penghasilan lain selain gaji tetap dari pemerintah. Pendapatan kades tersebut berasal dari pengelolaan tanah desa.

“Penghasilan belanja desa sebagaimana dimaksud di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain,” bunyi Pasal 100 ayat (2).

Pengelolaan tanah desa dan pembagian hasilnya untuk gaji kepala desa dan perangkat desa ini diatur dengan peraturan bupati atau wali kota. Tunjangan dari tanah bengkok ini bisa berasal dari pendapatan dari sewa tanah maupun tanah bengkok yang dikelola sendiri.

Dalam ABPDesa, belanja desa sendiri mengatur penggunaan anggaran belanja desa, di mana paling sedikit 70 persen jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk belanja operasional pemerintahan desa.

Lalu dana tersebut juga dipakai untuk insentif Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT dan RW), pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Kemudian sisanya, paling banyak 30 persen dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya, serta tunjangan operasional Badan Permusyawaratan Desa. (***/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini