Senin, 13 Oktober 2025

Konflik Yai Mim dan Sahara ‘Cermin’ Bahaya Kekuatan Narasi di Media Sosial

Kabarindo24jam.com | Malang – Perseteruan antara Yai Mim dan Sahara yang ramai dibicarakan di media sosial menjadi pelajaran penting tentang bagaimana kekuatan narasi dapat memengaruhi persepsi publik dan merusak reputasi seseorang.

Pakar Manajemen Isu dan Krisis Komunikasi dari Universitas Brawijaya (UB), Dr. Maulina Pia Wulandari, S.Sos., M.Kom., Ph.D., menilai bahwa fenomena ini menunjukkan betapa berbahayanya framing dan pengendalian narasi di dunia digital.

“Siapa yang mengontrol narasi awal, dialah yang akan tampak unggul. Narasi awal yang viral lebih sulit dibendung karena kesan pertama sering kali menetap kuat di benak publik. Ini dikenal sebagai efek primacy,” jelas Maulina.

Menurutnya, dampak dari fenomena tersebut terlihat jelas ketika muncul unggahan-unggahan yang memperkuat polarisasi — antara pihak yang mendukung dan pihak yang menentang — hingga menyeret isu-isu pribadi masa lalu yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat.

Lebih lanjut, Maulina menyoroti tindakan Sahara yang melakukan framing sepihak melalui unggahan video terpotong. “Mengunggah potongan video yang dipilih secara cermat bisa menciptakan framing negatif dan menggiring opini publik tanpa memberikan konteks penuh. Ini menunjukkan rendahnya tanggung jawab etis dan lemahnya literasi digital,” paparnya.

Sementara itu, kesalahan di pihak Yai Mim, lanjutnya, adalah respons emosional dan defensif yang justru memperkuat narasi negatif lawan. “Klarifikasi yang datang terlambat membuat situasi semakin sulit dikendalikan karena publik sudah lebih dulu membentuk opini,” ungkapnya.

Maulina menegaskan bahwa penyelesaian konflik semacam ini sebaiknya dilakukan melalui mediasi langsung dan dialog tatap muka. Langkah tersebut dinilai lebih efektif untuk meredakan ketegangan dan mencapai penyelesaian yang damai.

“Penyelesaian konflik yang efektif adalah dengan komunikasi tatap muka yang bertujuan untuk resolusi, bukan pembuktian siapa yang benar atau salah. Warganet juga perlu bijak agar tidak memperkeruh situasi,” tegasnya.

Di akhir pernyataannya, Maulina memberikan refleksi penting bagi masyarakat digital masa kini.
“Kekuatan narasi dan framing di media sosial bisa menentukan siapa yang terlihat salah, bukan siapa yang sebenarnya salah,” tutupnya.

(D)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini