Kabarindo24jam.com | Jakarta – Presiden Republik Indonesia ke 5 yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri, menyatakan Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasan. Dengan demikian, jangan sampai kekuasaan dijadikan untuk menghukum atau mengkriminalisasi orang-orang yang berbeda dengan penguasa.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Djarot Saiful Hidayat, menyampaikan pesan Megawati tersebut terkait dengan vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PM) Jakarta Pusat terhadap Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto yang dihukum 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
“Ibu Ketua Umum Selalu meyampaikan bahwa kita itu negara hukum, bukan negara kekuasaan. Maka janganlah jadikan kekuasaan itu untuk menghukum, mengkriminalisasi sosok-sosok atau orang-orang yang berbeda dengan penguasa,” ujar Djarot dalam keterangannya yang dikutip pada, Selasa (29/7/2025).
Djarot menekankan bahwa kasus yang menjerat Hasto merupakan bentuk politisasi hukum dan tidak mencerminkan rasa keadilan. Menurutnya, saat ini ada upaya untuk menekan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan penguasa.
“Apalagi dengan menekan dan mengintimidasi siapa pun yang tidak setuju dengan penguasa saat ini. Yang mengkritik, yang berbeda, dikriminalkan. Cari-cari salahnya sampai ketemu. Masukkan penjara,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Bahkan, Djarot pun menilai proses hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDI-P itu lebih kental nuansa politiknya daripada penegakan hukum. “Kita melihat bahwa forum pengadilan kemarin itu lebih menjadi pengadilan politik. Ini persoalan politik dan Pak Sekjen menjadi tahanan politik,” katanya.
Seperti diketahui, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut 7 tahun penjara.
Majelis Hakim mengungkap dua hal yang memberatkan vonis terhadap Hasto. Pertama, perbuatan Hasto tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. “Kedua, perbuatan terdakwa dapat merusak citra lembaga penyelenggara Pemilu yang seharusnya independen dan berintegritas,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto dalam sidang, Jumat (25/7/2025).
Majelis hakim kemudian menyimpulkan, tindakan Hasto terbukti memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Pasal tersebut mengatur delik pemberi suap.
Selain pidana badan, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp 250.000.000. Sementara itu, majelis hakim menyatakan Hasto Kristiyanto tidak terbukti merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku sebagaimana dakwaan pertama jaksa KPK. (Cky/*)