Kamis, 18 April 2024

Machfud – Mujiaman Tak Punya Legal Standing untuk Gugat Hasil Pilkada Surabaya

JAKARTA — Sidang sengketa hasil Pilkada Surabaya 2020 kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (2/2). Dalam sidang tersebut, kubu calon Walikota-Wakil Walikota Surabaya Machfud Arifin-Mujiaman melaporkan pasangan calon terpilih, Eri Cahyadi-Armuji, karena diduga melakukan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam sosialisasi maupun kampanye jelang pemilihan.

Menanggapi laporan itu, pasangan Eri Cahyadi-Armuji melalui kuasa hukumnya, Arif Budi Santoso, membantah tuduhan tersebut dan mempersoalkan dasar hukum gugatan kepada pasangan Eri – Armuji, dimana Machfud-Mujiaman dianggap tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam sengketa Pilkada Surabaya.

”Untuk bisa mengajukan permohonan, pemohon (Machfud-Mujiaman) harus memenuhi syarat permohonan perselisihan hasil pemilihan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 ayat (2) huruf d UU 10/2016,” ujar Arif dalam keterangan persnya.

Sesuai UU 10/2016, jelas Arif, ambang batas selisih suara yang bisa diajukan gugatan adalah maksimal 0,5 persen. Angka itu berlaku untuk daerah dengan populasi di atas 1 juta jiwa seperti Surabaya. Sesuai rekapitulasi KPU, Eri-Armuji memperoleh 597.540 suara sedangkan Machfud-Mujiaman 451.794 suara, dengan total 1.049.334 suara sah.

Sesuai UU 10/2016 dan Peraturan MK 6/2020, selisih 0,5 persen dengan total suara sah 1.049.334 suara adalah 5.246 suara. Dengan demikian, tambah Arif, permohonan hanya sah diajukan apabila selisih di antara dua paslon tidak melebihi 5.246 suara.

Baca Juga :  Kawasan Ekonomi Khusus di Jabar dan Jatim Serap Investasi Miliaran Dolar

”Faktanya, selisih suara sebanyak 145.746 suara atau 13,88 persen, jauh di atas syarat minimal 5.246 suara atau 0,5 persen. Selisih suara yang bisa disengketakan menurut hukum dengan fakta selisih suara hasil pilkada hampir 28 kali lipat,” tuturnya.

Berdasar data tersebut, tegas Arif, Machfud-Mujiaman tidak memenuhi ketentuan melapor atau menggugat kemenangan kliennya. ”Artinya, Machfud-Mujiaman tidak memiliki legal standing karena selisih suara mereka melebihi ambang batas,” ujarnya.

Ditambahkannya, atas data tersebut, harusnya MK tidak menerima tuntutan yang diajukan. ”Dan karenanya cukup alasan hukum bagi MK untuk menyatakan permohonan Machfud-Mujiaman tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),” tegas Arif.

Dikatakannya lagi, dalam persidangan pun terungkap fakta bahwa Machfud-Mujiaman tidak pernah ada komplain selama rekapitulasi KPU. Itu terjadi mulai dari TPS kelurahan hingga kota.

“Terhadap hasil rekapitulasi KPU, Machfud-Mujiaman telah menerima sepenuhnya tanpa ada keberatan atau komplain dari pemohon. Penerimaan ini terjadi secara berjenjang mulai tingkat TPS, kelurahan, kecamatan dan sampai terakhir pada level kota,” ujarnya.

Bahkan, lanjut Arif, para saksi dari Machfud Arifin-Mujiaman menerima dan menandatangani seluruh berkas dokumen Berita Acara dan Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara.  “Semuanya ditandatangani tanpa catatan dan keberatan. Itu kami sampaikan buktinya ke MK,” tutur Arif. (**/Wan)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini