Sabtu, 27 Juli 2024

Pemerintahan Baru Bersatu Lawan Rezim Militer Myanmar Segera Terbentuk

YANGON – Sejak rezim militer Myanmar menggulingkan pemerintahan yang sah dan membubarkan parlemen pada 1 Februari 2021 lalu, Komite Perwakilan Parlemen Myanmar (CRPH) yang terdiri dari anggota parlemen hasil pemilihan umum 2020, telah melakukan pembicaraan khusus dengan kelompok etnis bersenjata, partai politik, dan komite protes untuk melahirkan pemerintahan Serikat Federal Myanmar.

Juru Bicara CRPH sekaligus anggota parlemen dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Zin Mar Aung mengungkapkan, pembicaraan pembentukan serikat federal Myanmar sejauh ini berjalan lancar. “Kami sudah mencapai sekitar 80 persen,” ungkap Zin Mar seperti dilansir kantor berita Myanmar, Senin (22/3/2021).

“Kami sedang mendiskusikan bagaimana kami dapat bekerja bersama dalam situasi seperti ini. Kami berusaha agar satu suara bisa bersatu demi mengalahkan rezim militer penindas demokrasi,” kata Zin Mar Aung.

CRPH, lanjutnya, terus intens melakukan pembicaraan dengan berbagai kelompok etnis bersenjata baik secara individu maupun kolektif, untuk mencapai kesepakatan tentang syarat-syarat pembentukan serikat federal.

Di antara mereka yang terlibat dalam pembicaraan tersebut adalah tiga kelompok etnis bersenjata utama di Myanmar, yang sejak awal mendukung rakyat melawan kudeta militer.

Yaitu, Karen National Union (KNU) Kachin Independence Army (KIA) di bawah Kachin State, serta Restoration Council for Shan Stae (RCSS), serta kelompok lain yang menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional.

“Memang masih ada kecurigaan dari masa lalu. Tapi kami terus bekerja sama untuk menghapusnya dan membangun kembali kepercayaan. Dan perlahan kami mulai membangun beberapa kesamaan sekarang,” ujarnya.

Baca Juga :  Milisi Bersenjata Masih Eksis di Libya, Proses Menuju Pemilihan Umum Akhir 2021 Terancam

Salah satu poin strategis yang perlu segera diselesaikan dalam komunikasi kelompok penentang rezim militer adalah, pembentukan tentara federal baru yang selaras dengan aspirasi negara secara keseluruhan.

“Upaya menuju serikat federal berarti kita harus membentuk tentara federal, yang harus dipandu oleh standar etika dan profesionalisme. Sebab tentara profesional sejati tidak akan pernah bertindak seperti preman,” ucapnya.

Sementara itu, kantor berita Reuters melaporkan, situasi di Myanmar kini benar-benar mengerikan, terjadi intimidasi, penangkapan dan bahkan pembantaian massal oleh pasukan militer yang tak lagi melindungi rakyatnya.

Dari hasil pantauan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), hingga Minggu 21 Maret, sedikitnya 248 orang tewas sejak kudeta militer Myanmar pada 1 Februari lalu. Hampir semua yang tewas adalah korban penembakan dan, dalam banyak kasus, ditembak di kepala.

Perlawanan terhadap rezim militer juga dilakukan para dokter dan petugas kesehatan di Mandalay Myanmar. Minggu (21/3/2021) mereka memulai demonstrasi anti-kudeta dengan aksi pawai damai saat fajar dalam upaya untuk meminimalkan risiko konfrontasi dengan pasukan keamanan.

Pantauan Reuters, Minggu (21/3), ratusan dokter dengan banyak dari mereka dengan jas putih, berbaris di jalan-jalan yang sepi pada hari Minggu, tepat saat langit mulai cerah. “Kegagalan rezim militer, tujuan kami adalah tujuan kami,” teriak mereka sambil berjalan di jalan-jalan besar Myanmar. (***/RTR/MN)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini