Home / Headline / Hukum

Sabtu, 3 April 2021 - 14:54 WIB

Pengesahan UU Perampasan Aset dan UU Pembatasan Transaksi Uang Dikebut

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memastikan melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal untuk disahkan oleh DPR RI.

Menariknya, menurut Menko Polhukam, Mahfud Md, jika nantinya RUU tersebut disahkan, banyak pejabat atau petinggi pusat dan daerah yang merasa kuatir dan bahkan ketakutan. “Khususnya mereka yang korupsi, takut kedua RUU itu disahkan,” kata Mahfud dalam keterangan persnya yang diterima, Sabtu (3/4/2021).

Khusus RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, nantinya akan membatasi transaksi belanja uang tunai maksimal Rp100 juta. Jika lebih, pembayarannya harus melalui bank. Ini agar transaksi dapat dilacak dan mencegah suap, pencucian uang, atau transaksi ilegal lainnya.

Baca Juga :  Pimpin Apkasi, Bupati Dharmasraya Inginkan Sinergi Dengan Semangat Keberagaman Budaya

“Kalau dulu pernah ada transaksi jika lebih dari Rp 5 juta harus melalui bank. Nah ini direncanakan belanja lebih dari Rp 100 juta harus lewat bank. Ini juga akan mengurangi orang transaksi, nyuap orang. nanti kan bisa dilacak uangnya dari mana, untuk apa, dan sebagainya,” beber Mahfud.

Mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Gus Dur (KH.Abdurrahman Wahid, Red) ini menambahkan, bahwa banyak pejabat hingga politikus takut jika kedua RUU itu disahkan. Sebab, mereka tak bisa lagi membelanjakan uang di atas Rp 100 juta secara cash atau tunai, melainkan harus melalui bank.

Baca Juga :  KPK Diminta Meluaskan Program Desa Anti Korupsi

“Kalau transaksi lewat bank kan bisa ketahuan nanti. Dicek gajinya sekian, tapi belanjanya sekian. PPATK pasti dengan mudah menganalisis dan mengurai alur uang atas transaksi yang mencurigakan,” jelasnya.

Mahfud pun mencontohkan salah satu latar belakang perlunya RUU tersebut, seperti kasus di Papua. Ada dana dari pemerintah pusat dicairkan dari bank dan dibelanjakan secara cash puluhan miliar sehingga tidak terdeteksi ke mana aliran dana itu.

“Nah, ini penting sekali, karena misalnya, di Papua itu, ada dana dari pusat itu dicairkan puluhan miliar dari bank kemudian tidak jelas dibelanjakan untuk apa, karena tidak lewat bank pembelanjaan. Apakah penggunaannya sesuai atau tidak,” pungkasnya. (**/Cok)

Share :

Baca Juga

Hukum

Adik Bos Sritex Sangkal Kredit Bank untuk Kepentingan Pribadi

Hukum

Sebagian Peserta Pesta Gay di Puncak Terindikasi HIV dan Sifilis

Hukum

Intelijen Kejaksaan Agung Gali Data dari Provider Telekomunikasi

Hukum

Penyusunan DIM RUU KUHAP Prioritaskan Restorative Justice

Hukum

Diperiksa Jaksa Selama 12 Jam, Nadiem Makarim Siap Dipanggil Lagi

Hukum

Uji Formal UU TNI, Hakim MK Minta Bukti Pelibatan Masyarakat

Hukum

Kejaksaan Cegah Praktik Transaksional dalam Pelaksanaan Restorative Justice

Hukum

DPR Sebut Putusan Hakim Terkait Agnez Mo Menyalahi UU Hak Cipta