Selasa, 23 April 2024

Tak Ada Lagi Incumbent, Ledakan Syahwat Terjadi di Pilpres 2024

JAKARTA – Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 dinilai bakal lebih kompleks dibandingkan 2019, dan bahkan syahwat menjadi calon presiden atau capres akan meledak. Ini dikarenakan pada 2024 tidak ada lagi incumbent atau petahana, sehingga semua kandidat merasa punya kesempatan yang sama.

Diketahui, pada 2019 lalu masih ada Joko Widodo (Jokowi) sebagai incumbent yang relatif sulit dikalahkan. “Orang tahu kalau incumbent itu kampanye gratisannya lima tahun (saat menjabat), sehingga berat melawan incumbent. Sehingga libido (politikus) yang tertahan di 2019 sekarang ini meledak,” jelas Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya.

“Jadi seperti ada balas dendam, saat ini semua merasa ada haknya dan merasa punya peluang untuk jadi capres dan cawapres,” kata Yunarto yang berbicara di dalam acara Investor Daily Summit 2022 sesi diskusi bertajuk “Understanding Indonesia’s Social Politic Landscape: Impact on Economic Growth and Investment Climate” di Jakarta, Selasa (11/10/2022).

Situasi di mana incumbent sudah tidak bisa maju kembali ini disebut Yunarto sebagai open election. “Situasinya akan jauh lebih kompleks dibandingkan sebelumnya (2019). Kita masuk dalam fase yang disebut open election, situasi ketika incumbent tidak bisa maju kembali,” katanya.

Baca Juga :  Bupati dan Walikota se-Jabar Ditegur KPK untuk Perbaiki Tata Kelola Pemerintahan

Terkait libido nyapres, Yunarto memberikan contoh bahwa dari dua tahun lalu sudah bermunculan billboard politikus mempromosikan diri.Bahkan yang terkini, sudah ada billboard yang berani menyebut “ini partaiku ini presidenku”.

“Padahal Presidennya (saat ini) masih Jokowi. Saya agak aneh melihat billboard itu. Kalau (ditulis) ini capresku, masih boleh,” ujar Yunarto sambil menambahkan bahwa itulah salah satu ciri khas open election.

Dalam open election, lanjut Yunarto, semua berjalan dengan sangat cepat dan konflik sangat mungkin bisa terjadi. Ia juga melihat polarisasi masih akan terjadi pada Pilpres 2024 karena memang polarisasi secara sosiologis tidak bisa terelakan.

Bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat pun, polarisasi juga masih terjadi akibat Pemilu. “Polarisasi sulit untuk bisa kita anggap selesai di 2024, dengan pola yang itu-itu saja dan kubu yang itu-itu saja,” pungkas Yunarto. (COK)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini