Sabtu, 20 April 2024

Ulah Militer Bikin Chaos Politik, Presiden dan Perdana Menteri Mali Mengundurkan Diri

BAMAKO — Menyusul kekacauan politik setelah penangkapan para pemimpin utama oleh pihak militer, Presiden sementara dan perdana menteri negara Mali akhirnya mengundurkan diri, Rabu (26/5/2021). Pernyataan pengunduran diri keduanya dirilis oleh kantor Wakil Presiden Mali yang juga adalah pemimpin tertinggi militer, Assimi Goita.

Situasi ini dinilai pengamat internasional dan pihak-pihak dalam negeri Mali, akan memperdalam krisis politik di negara miskin tersebut, dan juga berpotensi menimbulkan perselisihan dengan kekuatan lokal maupun internasional.

Sebelumnya, Presiden sementara Bah Ndaw dan Perdana Menteri, Moctar Ouane dibawa paksa ke pangkalan militer di luar ibu kota pada Senin (25/5/2021). Ini terjadi setelah perombakan kabinet di mana dua perwira militer kehilangan jabatan tanpa dikonsultasikan dengan Wapres Assimi Goita.

Intervensi yang dipimpin oleh Wakil Presiden, Assimi Goita, inilah yang dianggap telah membahayakan transisi Mali kembali ke demokrasi setelah kudeta bulan Agustus 2020 lalu. Kudeta tersebut menggulingkan mantan Presiden, Ibrahim Boubacar Keita.

Apa yang terjadi di Mali ini memicu kecaman internasional seperti halnya yang terjadi di Myanmar dan menimbulkan kekhawatiran krisis politik berkepanjangan di Bamako yang dapat mempengaruhi keamanan regional.

Assimi Goita adalah seorang kolonel sekaligus pemimpin tertinggi militer yang juga mengatur kudeta tahun lalu. Dia pun berjanji pemilu yang direncanakan tahun depan akan terus berjalan dan menghasilkan kepemimpinan yang demokratis.

“Presiden dan perdana menterinya telah mengundurkan diri. Negosiasi sedang berlangsung untuk pembebasan mereka dan pembentukan pemerintahan baru,” kata ajudan Wapres, Baba Cisee, seperti dikutip dari kantor berita internasional Reuters, Kamis (27/5/2021.

Baca Juga :  Militer Myanmar Bunuh Demokrasi, Presiden dan Aung San Suu Kyi Ditangkap

Goita sendiri telah membela tindakannya, dengan mengatakan presiden dan perdana menteri telah melanggar piagam transisi yang sudah disepakati secara bersama, dengan tidak berkonsultasi dengannya tentang kabinet baru.

Dia juga menuduh pemerintah saat ini salah menangani ketegangan sosial di Mali, termasuk pemogokan oleh serikat utama, sehingga terjadi kekisruhan politik yang berdampak pada stabilitas negara.

Terkait kudeta di Mali, Departemen Luar Negeri AS telah menunda bantuan untuk pasukan keamanan dan pertahanan negara. AS juga menyerukan ‘pembebasan segera dan tanpa syarat atas penahanan 3 pejabat Mali dan dimulainya kembali transisi yang dipimpin sipil.

Cisse mengatakan, kedua pemimpin akan dibebaskan tetapi tidak segera, karena pertimbangan keamanan. Dan Pengunduran diri Presiden serta Perdana Menteri datang ketika delegasi dari Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) mengunjungi Mali untuk menekan militer.

Dalam pertemuan Selasa malam (25/5/2021) dengan Goita, delegasi yang dipimpin oleh mantan Presiden Nigeria, Goodluck Jonathan itu, ECOWAS berkeras menginginkan transisi yang dipimpin oleh sipil ke demokrasi terus berlanjut.

ECOWAS sendiri memberlakukan sanksi, termasuk penutupan perbatasan, di Mali setelah kudeta pada Agustus, sebelum mencabutnya ketika junta Goita menyetujui transisi yang dipimpin sipil selama 18 bulan.

Negara tetangga Mali dan kekuatan internasional khawatir krisis itu dapat semakin mengguncang negara yang telah digunakan oleh kelompok-kelompok Islam yang terkait dengan al-Qaidah dan ISIS sebagai landasan peluncuran serangan di seluruh wilayah. (****/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini