Sabtu, 27 Juli 2024

INTOLERANSI entah sampai kapan selesai

Kabarindo24jam. Miris memang, tetapi seperti itulah kejadian yang sering terjadi akhir-akhir ini. Persoalan sebenarnya muncul di awal tahun 2000 an, yang setiap tahunnya mengalami keterulangan. Misalnya penutupan tempat Ibadah kelompok minoritas tertentu, pembubaran acara keagamaan tertentu, dan kasus ini tiap tahun terus terjadi dan berulang di berbagai tempat.

Dalam prakteknya, Intoleransi yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia, setiap tahunnya cenderung memiliki pola yang sama. Setidaknya ada dua persoalan yang membuat praktik intoleransi masih berlangsung di Indonesia.

Pertama, aturan hukum dan kebijakan lain yang sering kali bertentangan.

Kedua, Ketidak tegasan aparat untuk menindak pelaku-pelaku Intoleransi. sehingga, mereka merasa dominan karena telah mendapatkan ruang.

Saat ini memang ada aturan yang menjamin hak atas kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan.

Namun, disisi lain, ada aturan dan kebijakan yang mengancam kebebasan beragama dan berkeyakinan namun, masih di pertahankan.

Pelaku tindakan Intoleran atau pelanggaran hak kebebasan beragama atau berkeyakinan paling banyak di lakukan oleh warga setempat yang di mobilisasi oleh Organisasi atau kelompok agama tertentu.

Mengutip dari berita Kompas.Ketua Satgas Nusantara yang juga Kapolda Metro Jaya Irjen (pol) Bpk.Gatot Eddy Prabowo, saat menghadiri acara Hari Toleransi Internasional yang di adakan di Hotel Sahid, Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Jum’at (15-11-2019) Tahun lalu.

Bahwa Intoleransi di sebabkan tiga hal, apa saja ?

  1. GLOBALISASI.

Penyebab pertama, kata Gatot, Perkembangan situasi global yang membuat terkikisnya nilai-nilai ketimuran. Salah satunya adalah Toleransi.

” Memang ini tidak lepas kondisi Global, globalisasi, demokratisasi, dan ilmu pengetahuan.

Ini sangat berpengaruh di dalam perkembangan Toleransi di Negara kita. ” Kata Gatot

” Globalisasi membuat nilai ketimuran kita semakin tergerus.”

2. Demokrasi yang di dominasi “Low Class.

Penyebab kedua adalah Iklim demokrasi Indonesia yang kurang Ideal.

Menurut Gatot, Demokrasi itu sangat ideal jika kondisi sosial masyarakat kelas menengahnya Dominan. Akan tetapi kondisi Indonesia di dominasi masyarakat kelas bawah.(Low class)

Masyarakat kelas bawah ini di golongkan sebagai masyarakat yang kurang beruntung dalam pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

” Dalam demokrasi, masyarakat yang low class cenderung ingin melakukan sebuah perubahan yang cepat, kritis, tetapi tidak rasional.” Kata Gatot

Baca Juga :  KPK Terus Gali Keterangan Saksi Dugaan Rasuah Proyek Formula E

Dengan demikian, demokrasi Indonesia yang di dominasi masyarakat kelas bawah itu kemudian di anggap sebagai kondisi yang sebebas-bebasnya. Terlebih lagi kondisi Indonesia amat majemuk dari sisi Agama, Suku budaya, etnis, dan sebagainya.

Lambat laun, perbedaan ini terus di cari celahnya sehingga muncul nilai Primordialisme.

Di sinilah muncul tindakan-tindakan Intoleransi terhadap sesama, kata Gatot.

3. Perkembangan MEDSOS.

Penyebab ketiga adalah cepatnya perkembangan medsos di Indonesia.

Melalui perkembangan medsos, paham Intoleran di sebarluaskan.

” Kalau dahulu orang mengajarkan paham radikal melalui cara pertemuan, cara diskusi. Tetapi sekarang pakai media sosial.” kata Gatot.

“Bagaimana caranya orang itu bisa Intoleran ? Ya belajar dari medsos. Bagaimana Orang itu bisa menjadi teroris ? Ya belajar dari medsos.

Menurut Gatot, perkembangan medsos harus menjadi tantangan bersama, semua pihak di harap memerangi Intoleransi, sebab selain sisi negatif, medsos juga punya sisi positif yang bisa di manfaatkan.

” Yang Negatif inilah yang perlu kita antisipasi, khususnya bagaimana kita membangun toleransi, baik lewat edukasi, maupun dengan cara lain.” ungkapnya. -sumber Kompas.

Menurut sebuah analisis, semakin sekuler seseorang semakin tinggi tingkat toleransi orang tersebut.

Tantangan menghadapi Intoleransi ini sebenarnya bukan untuk Indonesia saja, tetapi tengah menjadi gejala Global, jika di Indonesia Intoleransi muncul dan terjadi akibat Diskriminasi terhadap hak kebebasan beribadah, hak perbedaan keyakinan, atau perbedaan pilihan politik. Maka di sejumlah negara lahir dalam bentuk Islamphobia, Anti-semitisme, atau anti kaum imigran.

Sebagaian besar korbanya adalah masyarakat muslim.

Intoleransi juga menjadi efektif karena politisasi identitas atau bahkan politisasi kebencian terhadap kelompok yang berbeda.

Politisasi yang di maksud di sini adalah bentuk-bentuk penyalahgunaan identitas Agama dan keyakinan.

Sudah seharusnya, kita bisa membuat upaya-upaya penguatan toleransi yang seharusnya di lakukan merata dan meluas. Kita harus mendorong kohesi sosial di antara masyarakat yang berbeda, merangkul semua, dan memastikan mereka aman dan tidak terpinggirkan.

Sebagai masyarakat Indonesia yang cinta damai. Kita harus cerdas dan berpola hidup intelektual, Karena tidak semua tindakan intoleransi di terima oleh masyarakat  kita. Mari di perkuat lagi persatuan dan dan kesatuan dengan ilmu pengetahuan, Karena bagaimanapun juga, Pengetahuan selalu menang melawan ketidak tahuan.

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini