Rabu, 6 Desember 2023

KPK Muak Banyak Kepala Daerah Salahgunakan Kewenangan

JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku prihatin dengan kasus rasuah yang menjerat Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy. Richard diduga mematok uang untuk menerbitkan izin usaha di Kota Ambon.

“KPK merasakan penuh keprihatinan karena masih terus ada kepala daerah yang menyalahgunakan kewenangannya, untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara tidak sah,” kata Firli dalam keterangannya yang diterima, Sabtu (14/5 2022).

Firli mengatakan pemberian izin usaha mestinya menjadi sarana untuk mendorong kemajuan ekonomi. Pemberian izin yang mudah seharusnya dapat menggeliatkan perekonomian di suatu daerah.

“Kesempatan bekerja juga akan terbuka, tentu pendapatan masyarakat akan meningkat. Hal itu akan terpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat,” ucap mantan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri itu.

KPK mengimbau para pelaku usaha untuk menjalankan bisnis dengan menerapkan prinsip jujur. Sehingga, terhindar dari berbagai bentuk praktik korupsi. “Juga akan tercipta iklim yang sehat, kompetitif, dan terhindar dari praktik korupsi,” ujar Firli.

Sementara iru, Richard ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.

KPK juga menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR) sebagai tersangka. Namun, Amri masih buron.

Baca Juga :  Musrenbang Menentukan Arah Pembangunan Polri dan Kuatkan Upaya Pemulihan Ekonomi

Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Selain itu, Amri mengguyur Richard Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.

KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, kasus itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.

Pada perkara ini, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (COK/**)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini