Jumat, 1 Desember 2023

Militer Myanmar Bunuh Demokrasi, Presiden dan Aung San Suu Kyi Ditangkap

NAYPYITAY — Para jendral militer Myanmar tak tahan lagi untuk menguasai pemerintahan setelah keluhan dan protesnya atas hasil Pemilihan Umum 2020 tak berbuah hasil. Senin pagi (1/2/2021), pihak militer mengepung Ibukota Myanmar, Naypyitay dan kota terbesar, Yangoon, serta menangkap Presiden Win Myint dan State Counsellor Aung San Suu Kyi.

Tindakan itu menandai dimulainya kembali kekuasaan militer yang dipimpin Panglima Jenderal Senior Min Aung Hlaing sekaligus momentum hilangnya kebebasan sipil dan demokrasi di negeri yang sejak berdiri terjerat kemiskinan akibat cengkraman militer di semua lini kehidupan. 

“Kekuasaan pemerintahan sudah diserahkan ke Panglima Militer Angkatan Bersenjata, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, untuk menjamin stabilitas politik dan keamanan negara,” kata siaran yang disampaikan televisi yang dikuasai militer dan disiarkan ke seluruh penjuru Myanmar. 

Sinyal akan terjadinya kudeta militer di Myanmar sebenarnya sudah ditangkap oleh sejumlah duta besar negara sahabat yang kemudian menekan pihak militer untuk tidak melakukan tindakan yang bisa menimbulkan kekacauan politik.

Hal itu diungkapkan lewat pernyataan bersama dari Kedutaan Besar Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat (AS) dan 12 negara Eropa. “Kami meminta pihak militer dan semua partai di negara ini untuk mematuhi norma-norma demokrasi, dan menentang segala upaya untuk mengubah hasil pemilu atau demokrasi Myanmar,” kata mereka seperti dikutip dari Voice of America.

Sementara Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Gutierres mengingatkan dan mendesak semua pihak untuk menghentikan segala bentuk hasutan dan berpegang pada norma demokrasi dan menghormati hasil pemilu. “Khususnya pihak militer, agar tidak mengambil tindakan gegabah,” ujarnya.

Baca Juga :  Organisasi Habaib Puji Komitmen Listyo Sigit Wujudkan Polri yang Humanis

Sebelumnya pada Rabu (27/1/2021) lalu, Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengatakan tentang penghapusan konstitusi. Dia menegaskan bahwa konstitusi harus dicabut jika tak dipatuhi. Ini tentu saja terkait dengan sengketa hasil Pemilihan Umum yang dianggapnya dipenuhi kecurangan.

Hubungan pihak militer dan pemerintah memang tengah renggang terkait hasil pemilihan umum (pemilu), 8 November lalu. Kala itu, NLD berhasil memenangkan 83 persen kursi di parlemen. Militer pun menegaskan terjadinya kecurangan dalam pemilu. Namun, Komisi Pemilihan menolak tuduhan kecurangan yang dikeluarkan militer Myanmar.

Ibu kota Myanmar, Naypyitaw dan kota utama, Yangon dilaporkan telah dikepung oleh para tentara di tengah penangkapan para pemimpin partai berkuasa Myanmar, Senin (1/2) dini hari waktu setempat. BBC melaporkan bahwa sambungan telepon dan internet terputus di Naypyitaw. 

Mengutip pernyataan dari anggota keluarga para menteri, Kepala Menteri Regional Myanmar juga dibawa pergi setelah tentara mengunjungi rumah mereka. Kantor BBC di Asia Tenggara mengatakan tindakan militer seperti kudeta skala penuh. Meskipun militer berjanji pekan lalu untuk mematuhi konstitusi.

Di bawah konstitusi itu, memang militer memiliki kekuatan signifikan untuk mengumumkan keadaan darurat. “Namun menahan para pemimpin politik seperti Suu Kyi adalah langkah yang provokatif dan sangat berisiko, yang mungkin akan ditentang keras,” bunyi laporan BBC.

Pada 8 November 2020, pemilihan umum di Myanmar menandai pemilihan umum kedua negara itu sejak berakhirnya kekuasaan militer pada 2011. Partai yang berkuasa di negara itu, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi, menang telak. (BBC/AP/CP)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini