Jumat, 29 Maret 2024

Terkait Hasil TWK, Mantan Sekjen Nasdem Nilai Novel Baswedan dan Kelompoknya Layak Pergi dari KPK

JAKARTA — Hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memunculkan polemik sekaligus kegaduhan di ruang publik. Kebanyakan pihak menuding pimpinan KPK memiliki kepentingan dan dendam tersendiri sehingga 75 pegawai dinonaktifkan berdasarkan hasil TWK.

Namun pandangan berbeda disampaikan oleh Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Patrice Rio Capela, yang pernah tersandung kasus suap Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho pada tahun 2015 yang lampau.

Dia menuding penyidik KPK paling bersinar, Novel Baswedan dan Yudi Purnomo, telah menjadikan KPK sebagai alat kepentingan kelompok. Sehingga mereka mencoba melawan karena tidak rela kekuasaan dan kewenangan hukum yang dimilikinya dirampas oleh negara.

“Sepertinya ada kenikmatan tersendiri, sehingga Novel Baswedan dan Yudi Purnomo bersama kelompoknya merasa tidak rela meninggalkan kekuasaannya. Ini karena mereka punya kepentingan tertentu,” kata Rio Capela dilansir dari video di akun You Tube Channel Kebudayaan, Sabtu, (15/5/2021).

Orang dekat Ketua Umum Partai Nasdem-Surya Paloh ini mengatakan, bahwa KPK memang harus dibersihkan dari kelompok Novel Baswedan dan Yudi Purnomo, untuk kembali memulihkan kepercayaan masyarakat sekaligus menepis rumor tentang adanya geng Taliban di KPK.

“Kelompok Novel Baswedan dan Yudi Purnomo, inilah yang telah menjadikan KPK seakan-akan sebagai lembaga dakwah yang tragisnya, kemudian, disalahgunakan, dengan hanya menjerat pihak tertentu, sesuai pesanan,” kata Rio Capela.

Untuk mengetahui apa berbagai bentuk pelanggaran dilakukan keduanya, Rio yang juga mantan anggota DPR RI itu meminta aparat kepolisian dan kejaksaan, untuk menggali informasi dari semua narapida atau mantan narapidana yang pernah ditangani Novel dan Yudi.

Atau berbagai pihak yang pernah diperiksa, tidak dijadikan tersangka, setelah menyetor uang dalam jumlah tertentu. “Semuanya pasti terungkap. Jadi tidak sulit. Banyak kasus besar tidak diungkap, sementara kasus receh lain ditangani karena ada pesanan dari pihak tertentu,” paparnya.

Dari 1.351 karyawan dan penyidik KPK, sebanyak 75 orang yang tidak lulus dalam TWK yang diselenggarakan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN-RI) pada 18 Maret – 9 April 2021, termasuk di dalamnya Novel Baswedan sang penyidik senior dan Yudi Purnomo mantan ketua wadah pegawai KPK.

Dalam TWK ini, BKN bekerjasama dengan Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TN), Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD).

Baca Juga :  Ulama Ajak Masyarakat Sukseskan Pemungutan Suara Ulang di Labuhanbatu, Labusel dan Madina

“Semakin kelompok Novel dan Yudi bersikukuh bertahan di KPK meskipun sudah dinyatakan tidak lulus TWK, semakin mengundang pertanyaan dari banyak pihak, ada apa di balik kesemuanya ini,” kata Rio Capela yang mengaku bagian dari korban kesewenang-wenangan Novel dan Yudi.

Menurut Rio Capela, kalaupun banyak materi wawancara dengajn Tim TWK yang dinilai tidak substansial ; merupakan teknik di dalam menggali informasi sehubungan kesetiaan terhadap pimpinan sebagaimana disyaratkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Kalau berbagai materi wawancara TWK dianggap tidak substantif, mestinya Novel dan Yudi, instrospeksi diri. Karena hal serupa, sering dilakukan mereka untuk menjatuhkan mental para pihak yang dikondisikan jadi tersangka atau yang direkayasa menjadi tersangka, atau Operasi Tangkap Tangan yang direkayasa,” beber Rio.

Sebagai informasi, Patrice Rio Capela ialah mantan narapidana yang pernah ditangkap KPK pada 2015 lalu. Pada 15 Oktober 2015, KPK menetapkan Rio Capella sebagai tersangka gratifikasi Rp 200 juta dalam penanganan perkara di Kejaksaan Agung.

KPK menjerat Patrice terkait kasus dugaan gratifikasi dalam proses penanganan perkara Bantuan Daerah, Tunggakan Dana Bagi Hasil, dan Penyertaan Modal sejumlah Badan Usaha Milik Daerah di Provinsi Sumatra Utara.

Ini merupakan pengembangan dari kasus yang menimpa Gubernur Sumatra Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya, Evy Susanti. Pasca ditetapkan sebagai tersangka, Rio menyatakan mundur dari posisi Sekretaris Jenderal Partai NasDem sekaligus anggota DPR-RI.

Rio kemudian divonis 1 tahun 6 bulan oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 21 Desember 2015, karena dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Patrice Rio Capela, mengaku, musibah yang dialaminya memang aneh, karena dikaitkan suap yang dituduhkan diberikan Gatot Pujo Nugroho. Itu karena kasus Rio Capela terlebih dahulu diproses dan disidangkan. Setelah itu baru kasus yang menimpa Gatot Pujo Nugrohono dan Evy Susanti. (***/Cok)

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini