Jumat, 19 April 2024

Jegal Budi Gunawan jadi Kapolri, KPK Tersusupi Kepentingan Politik

JAKARTA — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata pernah bermain politik menjegal orang-orang tertentu untuk kepentingan terselubung. Hal itu terjadi di era kepemimpinan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto pada 2012-2016. Hal itu dikemukakan oleh mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kepada awak media, Sabtu (12/2021).

Salah satu tokoh yang dijegal secara terang-terangan adalah Budi Gunawan (BG), ketika itu berpangkat Komisaris Jendral dan menjabat Kepala Lemdiklat Polri, yang dicalonkan Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) pada tahun 2015.

Fahri menyebutkan ada langkah penjegalan yang dilakukan pimpinan KPK yang saat itu diketuai oleh Abraham Samad. “Saat itu ada salah seorang petinggi KPK yang pernah meminta bantuan saya untuk menghentikan proses pencalonan BG sebagai Kapolri di DPR RI,” ungkapnya.

Diceritakan Fahri, pada waktu itu sebetulnya BG sudah lolos proses screening oleh eksekutif, dan siap diuji oleh DPR. “Dia discreening layak enggak jadi Kapolri, BIN melapor dan sebagainya, fix. Dibikinlah Surat Presiden kepada DPR bahwa dia layak menjadi Kapolri, satu-satunya calon waktu itu,” katanya.

Selain akan mentersangkakan BG, KPK juga meminta dukungan para tokoh dan media atas keputusannnya itu. Kata Fahri lagi, dia menerima sambungan telepon dari salah satu petinggi KPK yang meminta bantuan untuk menggagalkan BG menjadi Kapolri.

“Pada saat surat itu dibuat oleh Presiden datang ke DPR, saya ditelepon oleh seorang petinggi KPK, ‘Bang bantu kita’, bantu apa saya bilang. ‘Kita mau melawan ‘Merah’,” cerita Fahri tanpa merinci siapa nama petinggi KPK yang dimaksud.

Baca Juga :  Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek Bersatu, Kementerian Investasi Segera Hadir

Lebih terkejut lagi, Fahri mendapat penjelasan bahwa BG harus digagalkan karena diajukan Presiden Joko Widodo atas desakan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. “Saya bilang, itu orang belum anda periksa jangan jadikan tersangka, bahaya saya bilang,” tegas Fahri.

“Enggak bang, buktinya banyak banget kita punya aliran uangnya dan segala macam,” kata dia menirukan jawaban petinggi KPK itu. “Eggak bisa saya bilang, anda belum periksa, jangan,” tegas Fahri.

(Petinggi KPK jawab lagi) ‘Bang bantu ya Bang, kita mau kerja’. Enggak bisa saya bilang gitu, udah dia tutup telepon,” lanjut Fahri yang saat ini keluar dari PKS dan membentuk Partai Gelora dengan menjabat Wakil Ketua Umum.

Ternyata, pimpinan KPK tetap nekat menetapkan BG sebagai tersangka, saat surat pengajuan dari Presiden Jokowi diterima DPR. “Bener begitu surat masuk DPR, dia tersangkakan Budi Gunawan tanpa pemeriksaan, saya bilang ini orang kena batunya, bener Budi Gunawan dipilih aklamasi sama Komisi III,” jelasnya.

Setelah aklamasi di DPR, BG kemudian melakukan upaya hukum dengan mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut. “Dia datang ke pengadilan, dia praperadilan, di legislatif dia lolos, di yudikatif dia menang praperadilan. Tiga-tiganya eksekutif, legislatif, yudikatif dia menang,” jelas Fahri.

Usai praperadilan dimenangkan BG, KPK melakukan upaya gerilya dengan menggiring opini melalui kalangan politisi dan pengamat hingga akhirnya Presiden Jokowi urung melantiknya menjadi Kapolri. “Puas mereka, Budi Gunawan enggak jadi Kapolri, tapi kemudian dia jadi kepala BIN,” pungkas Fahri.

Latest news

- Advertisement -spot_img

Related news

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini